Webinar MKG ITERA : Perubahan Iklim Akibatkan Bencana Hidrometeorologi di Indonesia

Webinar MKG ITERA : Perubahan Iklim Akibatkan Bencana Hidrometeorologi di Indonesia

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Menyikapi fonomena kebencanaan yang sedang terjadi di Indonesia, terutama bencana hidrometeorologi sebagai dampak perubahan iklim, UPT Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (MKG) ITERA menyelenggarakan webinar bertajuk Perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi, Rabu (22/7/2020). Kegiatan tersebut menghadirkan empat narasumber yaitu Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Indonesia Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA, pakar perubahan iklim Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. rer. Nat. Armi Susandi, M.T., Kepala Stasiun BMKG Klimatologi Pesawaran, Lampung, Budi Satria, S.Si., dan Kepala UPT MKG ITERA Drs. Zadrach L. Dupe, M.Si.

Dalam pemaparannya, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Indonesia Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA menyampaikan sebagai upaya menanggulangi bencana hidrometeorologi, perlu dilakukan peningkatan early warning system atau sistem deteksi dini bencana itu sendiri. Sebagai bentuk dukungan BMKG telah menyediakan beberapa system deteksi dini bencana seperti TEWS (tsunami), MEWS (cuaca) dan CEWS (iklim). Sistem peringatan multi bencana (MHEWS) juga telah tersedia di BMKG.

Dr. Dodo juga menyampaikan mengenai tren iklim yang akan terjadi di Indonesia di tahun  2020 diantaranya pada tahun ini, diperkirakan tidak terdapat anomali iklim global (El Nino, La Nina dan Dipole Mode). Iklim tahun 2020 diprediksi mirip seperti kondisi normalnya (rata-rata 30 tahun). Meski musim hujan dan musim kemarau tahun ini diprediksi normal namun Dr. Dodo menyampaikan ada beberapa hal yang perlu tetap menjadi perhatian diantaranya kemungkinan munculnya gangguan intra-musiman seperti MJO dan siklon tropis yang dapat meningkatkan jumlah curah hujan dasarian di saat musim kemarau.

Selain itu, selama musim hujan potensi banjir masih akan terjadi di daerah yang diprediksi  mendapatkan curah hujan bulanan lebih besar dari 300 mm/bulan. Sementara pada musim kemarau potensi kekurangan air bersih dan karhutla dapat terjadi di daerah yang diprediksi mendapat curah hujan bulanan kurang dari 20 mm/bulan.

“Perubahan iklim telah nyata terjadi di Indonesia, hal ini dapat dilihat berdasarkan data pengamatan BMKG (GRK), suhu udara, hujan dan tutupan es Jayawijaya,”ujar Dr. Dodo.

“Perubahan iklim telah nyata terjadi di Indonesia, hal ini dapat dilihat berdasarkan data pengamatan BMKG (GRK), suhu udara, hujan dan tutupan es Jayawijaya.”

Sementara pemateri ke dua Dr. rer. nat. Armi Susandi, M.T yang menyampaikan materi tentang Adaptasi – Mitigasi Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi di Masa Depan mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sistem cuaca yang kompleks yang sering menyebabkan bencana. Di tengah kemampuan digital yang sangat mudah dan murah didapatkan, maka generasi muda termasuk mahasiswa harus dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin.

“Teknologi digital dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan kesiapan kita dalam menghadapi bencana. Kemampuan Digital ini dapat digunakan generasi muda sebagai ciri khas penanggulangan bencana hingga 2045,”ujar Dr. Armi.

Bencana di Lampung

Kepala Stasiun BMKG Klimatologi Pesawaran Budi Satria, S.Si dalam kesempatan tersebut memaparkan beberapa kebencanaan hidrometeorologi yang terjadi di Provinsi lampung yakni terdapat kenaikan suhu 0.2 dari hasil pengukuran di stasiun klimatologi pesawarn lampung dari 2 (dua) dekade terakhir,tren curah hujan yang meningkat 3.77 mm pertahun. Selain itu adanya penurunan curah hujan di musim kemarau hingga 1.44 mm / tahun dan di musim hujan meningkat 5.19 mm / tahun yang menyebabkan Lampung memiliki pola curah hujan monsunal, dimana pada grafik diatas terlihat musim kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan November hingga April.

Dalam webinar yang diikuti hingga 1.039 peserta dari berbagai instansi perguruan tinggi se-Indonesia, Kepala UPT MKG Kepala UPT MKG ITERA, Drs. Zadrach L. Dupe, M.Si yang membawakan materi tentang dampak krisis iklim terhadap kualitas hidup manusia menyampaikan krisis iklim yang saat ini terjadi dipengaruhi olek aktivitas manusia selama ini. Aktivitas yang menyebabkan krisis iklim diantaranya kegiatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan, pemanasan global, hingga aktivitas pembukaan lahan pada hutan hujan yang disebut dengan humanosfer.

Drs. Zadrach L. Dupe, M.Si menyebut hanya butuh waktu enam tahun untuk populasi manusia bertambah sekitar 2-5 Juta orang di dunia. Pertambahan tersebut menyebabkan terjadinya krisis iklim karena semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi pula aktivitas manusia yang menyebabkan krisis ikli.

“Jadi dapat disimpulkan komponen iklim diakibatkan oleh aktivitas manusia yang menyebabkan adanya perubahan iklim sehingga berdampak pada cuaca ekstrim yang akan mengganggu kualitas hidup manusia,”ujar Zadrach.

Zadrach mengharapkan informasi mengenai hidrometeorologi dan bencana yang terjadi dapat menjadi edukasi dan pengetahuan bagi seluruh peserta. Selanjutnya UPT MKG ITERA akan kembali menyelenggarakan webinar selanjutnya yang bertemakan kebumian dan kelautan. [Humas]