Tim ITERA Gali Keterkaitan Wisata Langit di Situs Purbakala Pugung Raharjo

Tim ITERA Gali Keterkaitan Wisata Langit di Situs Purbakala Pugung Raharjo

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Pernahkan kita sadari bahwa saat kita melihat objek-objek langit, pada hakikatnya kita sedang melihat masa lalu. Mengapa demikian? Hal itu karena cahaya yang sampai ke bumi dan diterima oleh mata kita membutuhkan waktu untuk berjalan dari tempat asalnya. Misalnya, ada bintang yang berjarak 1 juta tahun cahaya, hal itu mendandakan bahwa bintang tersebut adalah bintang 1 juta tahun yang lalu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa matahari, bulan, bintang, dan benda-benda langit yang kita lihat bukanlah benda langit saat ini, melainkan masa lalu.

Saat berjalan-jalan ke Lampung Timur, kita dapat menemui salah satu lokasi situs purbakala yang sudah cukup dikenal, yakni Taman Purbakala Pugung Raharjo. Secara administratif, situs ini berlokasi di Desa Pugung Raharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Letaknya kurang lebih 50 km dari kota Bandar Lampung. Situs purbakala ini menempati lahan seluas 30 hektar. Berdasarkan data, situs ini ditemukan pada tahun 1957. Di lokasi tersebut terdapat sebuah candi Hindu kuno bertingkat megalitik yang disebut juga Piramida Pugung Raharjo.

Menurut penuturan Widi, seorang pengelola situs, jika ditinjau dari sisi kronologi, artefak, maupun fiturnya, situs Pugung Raharjo sangatlah unik, menarik, dan variatif. Tinggalan di situs ini secara kronologi begitu lengkap, mulai dari masa prasejarah, klasik (Hindu – Buddha), hingga masa Islam. Artefak yang ditemukan di situs ini antara lain keramik asing dari beberapa dinasti cina, keramik lokal, manik-manik, dolmen, menhir, pisau, mata tombak, batu berlubang, batu asahan, batu pipisan, kapak batu, batu trap punden, gelang perunggu, dan batu bergores. Adapun fitur yang ditemukan di situs Pugung Raharjo antara lain benteng dan parit artificial, punden berundak, batu berlubang, lumpang batu, batu bergores, batu kandang (batu mayat) (Tim Audio Visual Situs Taman Purbakala Pugung Raharjo, BPCB Banten).

Dari persepektif geologi, lokasi Taman Pugung Raharjo dibangun diatas batuan yang terbentuk dari pembekuan magma yang keluar ke permukaan bumi yang disebut sebagai lava basalt vesikuler Formasi Sukadana (Mangga, 1992).

Dari persepektif geologi, lokasi Taman Pugung Raharjo dibangun diatas batuan yang terbentuk dari pembekuan magma yang keluar ke permukaan bumi yang disebut sebagai lava basalt vesikuler Formasi Sukadana (Mangga, 1992). Batu ini memiliki sebutan lokal yang disebut sebagai batu keriting karena tekstur batu yang kasar dan berlubang-lubang. Batu-batu ini pula yang digunakan pada Pundan Berundak, Menhir, Dolmen dan objek-objek lain yang ada di Pugung Raharjo. Pemanfaat batu lokal untuk keperluan budaya dan kehidupan sehari-hari menunjukan keterkaitan yang kuat pada aspek geologi dan budaya.

Geopark dan Astrotourism

Para dosen dari Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan ITERA, serta tim Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL), melihat kawasan Taman Purbakala Pugung Raharjo berada pada daerah dengan polusi cahaya rendah. Hal ini menyebabkan langit yang terlihat dari kawasan ini cukup gelap saat malam hari sehingga menampilkan benda-benda langit dengan sangat jelas, sehingga Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Wisata Global Geopark dan Wisata Langit ITERA menyelenggarakan kunjungan lapangan dengan tema Geopark dan Astrotourism yang mencoba menggali keterkaitan antara objek geologi seperti batuan, hasil kebudayaan, dan observasi objek langit yang ditemui di Pugung Raharjo, beberapa waktu lalu.

Tim gabungan dari Prodi Sains Atmosfer dan Keplanetan ITERA, Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL), dan Pusat Riset dan Inovasi (PURINO) Wisata Global Geopark dan Wisata Langit ITERA sepanjang malam hingga dini hari terus mengamati keindahan langit Pugung Raharjo dan menghubungkannya dengan ilmu astronomi yang tidak terbatas pada pengetahuan benda-benda langit, namun berkembang kearah astrologi seperti zodiak, arkeoastronomi (astronomi dalam sejarah peradaban manusia), etnoastronomi (astronomi dalam kehidupan manusia saat ini) hingga sejarah astronomi itu sendiri.

Pada kegiatan kunjungan lapangan yang menyertakan banyak latar belakang keahlian tersebut, kita dingatkan bahwa dalam sejarah nusantara, masyarakat telah memahami dan menggunakan astronomi pada kehidupan sehari-hari. Situs-situs jaman klasik Hindu-Budha seperti Prambanan dan Borobudur dibangun atas landasan perhitungan astronomi tersebut. Upacara adat, ritual, penentuan waktu tanam-panen juga memanfaatkan pembacaan waktu astronomis di berbagai daerah di nusantara.

Jadi, dari semua fenomena yang telah diceritakan, nampaknya akan jadi ide yang baik untuk menjadikan Taman Purbakala Pugung Raharjo menjadi Taman “Langit” Purbakala Pugung Raharjo. Ayo kita berwisata dan belajar tentang langit dan bumi kita!

(Sumber: Rinaldi Ikhram, Dosen Teknik Geologi ITERA)