ITERA NEWS. Program website seminar Creative Talk ke-3 yang diadakan ITERA Internasional Office membahas “Agro-Technopreneurship: Menggali Potensi dan Peluang Tanaman Nyamplung Menuju Industri, Jumat, 2 Juli 2021. Webinar kali ini menghadirkan pemateri pemilik produk ramah organik, Gunanto, Kepala Seksi Madya Bidang Kelola SDH KPH Kedu Selatan Divisi Regional Jawa Tengah, Ayurani Prasetyo,S.Hut dan dosen Teknik Industri Pertanian ITERA, Okta Amelia, S.TP.,M.Si.
Direktur IIO Acep Purqon, Ph.D., dalam pengantarnya menyampaikan bahwa Sumatera memiliki sumber daya luar biasa terkait pertanian yang dapat dijadikan peluang wirausaha. Sebagai institut teknologi, ITERA memiliki kekuatan untuk membangun technopreneurship. Salah satunya dengan memanfaatkan sumber daya nyamplung, sebagai salah satu tanaman potensial yang ada di Sumatera.
Dosen Teknik Industri Pertanian ITERA, Okta Amelia, S.TP.,M.Si., menambahkan, peran pendidikan terhadap agro-technopreneurship dapat mempengaruhi peningkatan jumlah wirausaha dan peluang kerja serta mengurangi jumlah pengangguran.
Okta menambahkan, siapa yang menyangka bahwa tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) ternyata bisa menjadi bahan dasar kosmetik?. Berdasarkan penelitian, diungkapkan oleh Okta, kandungan dari biji nyamplung yakni Kumarin dan SPF rupanya dapat meregenerasi kulit, melindungi kulit dari iritasi bahkan membantu menghilangkan stretchmark.
“Tanaman nyamplung dapat diolah menjadi sabun, body lotion ataupun krim kecantikan. Hal ini merupakan peluang bagi tanaman tersebut sebagaimana industri kecantikan khususnya ‘skincare’ semakin merajai pasar dari berbagai negara,” ujar kandidat doktoral di IPB itu.
“Tanaman nyamplung dapat diolah menjadi sabun, body lotion ataupun krim kecantikan. Hal ini merupakan peluang bagi tanaman tersebut sebagaimana industri kecantikan khususnya ‘skincare’ semakin merajai pasar dari berbagai negara.”
Sementara Kepala Seksi Madya Bidang Kelola SDH KPH Kedu Selatan, Ayurani Prasetyo,S.Hut., menyebut tanaman nyamplung berpotensi menghasilkan rendemen minyak yang jauh lebih banyak dibandingkan material maju lain seperti sawit dan jarak pagar. Ayurani mengungkapkan, potensi yang merupakan jenis pohon dari famili Guttiferae ini mudah untuk ditanami. “Tumbuhan ini hidup di tempat yang berpasir dan berhumus. Meskipun begitu, nyamplung mayoritas terdapat di daerah pantai,” ungkap Ayurani.
Ayurani sendiri menagku bertugas untuk mengelola kawasan hutan negara turut andil dalam pembudidayaan tanaman tersebut. “Namun tidak hanya lahan negara saja, bahkan lahan masyakat pun dapat dijadikan sumber penanaman dan pengolahan nyamplung,” tambah Ayurani.
Sementara praktisi bisnis, Gunanto, mengakui bahwa usaha dibidang produk organik relatif mudah. Nyamplung, ditangannya, kini dapat diolah menjadi bahan baku biodiesel.
“Pada tahun 2014 harga per liter bio dieselnya 30.000 namun diakhir 2019 melonjak menjadi 300.000/liter.” Ujar Gunanto. Gunanto mengaku dana untuk tenaga kerja dapat ditekan karena proses pengerjaan usaha tersebut dapat dikerjakan oleh anggota keluarganya. (Rilis IIO/ Humas)