Pusat Riset Pemodelan dan Prediksi Bencana ITERA Bersama Peneliti LAPAN Kaji Fenomena Cuaca Ekstrem di Indonesia

Pusat Riset Pemodelan dan Prediksi Bencana ITERA Bersama Peneliti LAPAN Kaji Fenomena Cuaca Ekstrem di Indonesia

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Prediksi dan Pemodelan Risiko Bahaya dan Bencana Institut Teknologi Sumatera (ITERA) mengadakan seminar dalam jaringan mengkaji fenomena cuaca ekstrem di Indonesia, Jumat, 26 Maret 2021. Kegiatan yang diikuti lebih dari 400 peserta mahasiswa, dosen, peneliti maupun lembaga negara tersebut menghadirkan narasumber tunggal Peneliti Sains Atmosfer, Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Dr. Erma Yulihastin.

Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Penjamin Mutu (LP3) ITERA, Acep Purqon S.Si.,M.Si.,Ph.D. dalam pembukaan seminar menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan upaya percepatan pengembangan teknologi di bidang kebencaan. Selain itu, sebagai institut teknologi ITERA memiliki komitmen untuk memperluas kerja sama dan melakukan lompatan digitalisasi dalam menangani permasalahan di Sumatera termasuk potensi bencana.

“Melalui kegiatan seminar ini akan dapat ditindaklanjuti sebuah kolaborasi aktif antar bidang ilmu maupun antar institusi ITERA dengan Lapan,” ujar Acep.

Sementara dalam pemaparannya, Peneliti Lapan Dr. Erma Yulihastin menjelaskan bahwa fenomena cuaca ekstrem di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor alam, salah satunya adalah Cross-Equatorial Northerly Surge (CENS). CENS merupakan fenomena meteorologis berupa aliran angin permukaan yang sangat kuat melintasi ekuator. CENS yang terjadi dari daratan Siberia melonjak tinggi karena adanya drop temperature udara dingin yang terpecah.

“Temperature permukaan mendadak turun serta dan udara dingin yang terpecah dan menyeruak dengan cepat ke selatan. Hal ini yang menjadi salah satu faktor terjadinya fenomena cuaca ekstrem,” ungkap Dr.Erma.

“Temperature permukaan mendadak turun serta dan udara dingin yang terpecah dan menyeruak dengan cepat ke selatan. Hal ini yang menjadi salah satu faktor terjadinya fenomena cuaca ekstrem.”

Lebih lanjut, Erma menjelaskan, CENS terjadi di Pertengahan Desember, Januari, dan Pertengahan Februari, hal ini sudah dapat diprediksi dari Oktober 2020. Dalam situasi yang lain, Borneo Vortex terjadi dan menyebabkan CENS berbelok ke Kalimantan, sehingga terjadi hujan ekstrem di Kalimantan dan menyebabkan banjir yang luas di Kalimantan.

Di akhir sesi, Erma berharap Kegiatan seminar dalam jaringan yang digagas ITERA dapat menjadi motor penggerak maupun jalan dalam melakukan kolaborasi riset dan kerja sama di masa yang akan datang antara ITERA dan Lapan. Karena kebutuhan akan pemodelan cuaca maupun dampaknya saat ini sangat dibutuhkan pada beberapa aspek kehidupan. (Rilis/Humas)