ITERA NEWS. Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan (SAP) Institut Teknologi Sumatera (ITERA) menyelenggarakan webinar bertajuk “Puncak Siklus Matahari ke- 25, Datang Lebih Cepat: Apa yang Perlu Kita Lakukan?”, pada Kamis, 16 November 2023. Kegiatan ini menghadirkan akademisi Program Studi Astronomi, FMIPA ITB, Prof. Dr. Dhani Herdiwijaya, M.Sc, sebagai narasumber. Kegiatan yang dibuka oleh Koordinator Program SAP, Dr. Deni Okta Lestari, S.Si., tersebut diikuti oleh lebih dari seratus peserta, dan dipandu oleh dosen Prodi SAP, Hendra Agus Prastyo, S.Si., M.Si.
Dalam pemaparannya. Prof. Dhani Herdiwijaya menyampaikan mengenai puncak dari siklus matahari ke-25 yang datang lebih cepat dibandingkan prediksi. Siklus matahari adalah suatu siklus yang meliputi aktivitas minimum matahari dan aktivitas maksimum matahari. Aktivitas minimum matahari ditandai dengan sedikit hingga tidak adanya bintik matahari dalam suatu rentang siklus. Sedangkan aktivitas maksimum matahari ditandai dengan banyaknya bintik matahari di permukaan matahari dalam satu rentang siklus.
Prof. Dhani Herdiwijaya menambahkan, aktivitas matahari adalah fenomena ketika terjadi dinamika energi (elektromagnetik dan plasma) dari matahari dengan berbagai dimensi waktu dan skala waktu nonperiodisitas. Bintik matahari adalah fenomena yang terjadi di fotosfer (permukaan) matahari yang sudah diamati sejak teleskop pertama milik Galileo Galilei diciptakan. Ukuran dari bintik matahari juga bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya melebihi diameter Bumi. Ketika diamati dalam gelombang sinar X, aktivitas maksimum matahari terlihat 100 kali lebih terang dibandingkan saat aktivitas minimum matahari.
Fase puncak dari siklus ke-25 dikategorikan mulai terjadi dikarenakan medan magnet kutub sudah melewati ekuator matahari. Pada siklus matahari ke-25, jumlah bintik matahari mencapai puncaknya pada tahun 2022.
Kepada para peserta, Prof. Dhani Herdiwijaya menyebut, siklus matahari secara langsung memengaruhi cuaca antariksa. Cuaca antariksa merupakan dinamika aktivitas matahari jangka pendek yang berdampak terhadap kehidupan manusia. “Untuk dapat melakukan prediksi dan mitigasi cuaca antariksa, diperlukan pemahaman terkait aktivitas matahari, transfer energi-massa di ruang antar planet, dan interaksi dengan atmosfer bumi,” terang Prof. Dhani Herdiwijaya.
Lontaran radiasi dan massa dari matahari bisa berinteraksi dengan magnetosfer bumi yang dapat menciptakan arus listrik sehingga bisa mengganggu perangkat keras, perangkat komunikasi, dan navigasi di satelit luar angkasa. Ketika intensitasnya sangat besar, efeknya bisa terasa hingga permukaan bumi, menyebabkan gangguan kelistrikan dan komunikasi kabel bawah laut.
Siklus matahari ke-25 dimulai pada tahun 2020 dan masih berlangsung hingga saat ini. Di awal siklus ke-25, kuat medan magnet kutub lebih rendah dari siklus ke-23. Siklus ini naik lebih cepat dibandingkan siklus 24, akan tetapi puncak yang dimiliki lebih rendah dari siklus ke-23.
Fase puncak dari siklus ke-25 dikategorikan mulai terjadi dikarenakan medan magnet kutub sudah melewati ekuator matahari. Pada siklus matahari ke-25, jumlah bintik matahari mencapai puncaknya pada tahun 2022. Hal ini menyebabkan medan magnet Matahari menjadi lebih kuat. Medan magnet Matahari yang lebih kuat dapat mengurangi jumlah sinar kosmik yang mencapai atmosfer Bumi. (Rilis/Humas)