Teknologi Kelautan RI Vs Tiongkok

Teknologi Kelautan RI Vs Tiongkok

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

OPINI ITERA. Republik Rakyat Tiongkok sebagaimana kita ketahui merupakan negara maju yang saat ini memegang peranan penting dalam perekonomian dunia. Tiongkok juga memiliki teknologi maju dalam hampir di segala sektor, termasuk di bidang kelautan. Ialah kota Tianjin, di mana dua delegasi dosen termasuk penulis dan lima mahasiswa Insititut Teknologi Sumatera (Itera) berkesempatan untuk menimba ilmu langsung dalam rangka mengikuti Summer Course Smart Ocean Program di Tianjin University, selama tiga bulan sejak pertengahan Juni lalu.

Tianjin merupakan contoh yang sangat baik untuk sebuah smart city. Di kota ini, sistem transportasi baik kereta maupun bus terhubung dengan baik. Ditambah lagi terdapat aplikasi bike sharing dimana akses menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi menyehatkan yang sangat membantu dalam mobilitas jarak dekat. Selain itu, sistem pembayaran kebanyakan tidak melalui tunai, melainkan digital atau cashless. Meskipun di Indonesia sistem pembayaran seperti ini sudah digunakan, di Tiongkok transaksi keuangan terhubung langsung dengan akun bank setiap orang sehingga tidak diperlukan lagi proses deposit ke dompet digital seperti yang sekarang banyak diaplikasikan di Indonesia. Namun tidak hanya mengenai transportasi dan sistem pembayaran, dalam konsep revolusi industri 4.0, pemahaman penggunaan teknologi dan big data processing juga telah diterapkan di berbagai sektor lain, termasuk kelautan. Melalui  summer course program, setiap peserta berkesempatan belajar mengenai teknologi maju di bidang aplikasi kelautan.

Jika USA memiliki Global Positioning Services (GPS), Eropa mempunyai GALILEO dan Rusia memiliki GLONASS, maka Tiongkok memiliki satelit BeiDou yang mengorbit bumi. Pengembangan konsep satelit ini telah dilakukan sejak tahun 1983 dan akan selesai pada 2020 mendatang. Dengan adanya teknologi ini, kemandirian teknologi Tiongkok telah dimulai. Di era industri 4.0 bidang kelautan, beberapa instrumen untuk mengamati karakteristik air laut dalam seperti conductivity, temperature, and depth (CTD), pelampung dengan dilengkapi berbagai sensor dan glider telah tersinkronisasi dengan satelit. Begitu data telah diambil oleh instrument-intrumen tersebut maka data tersebut bisa diakses secara realtime oleh pengguna secara global.  Instrumen tersebut sangatlah penting untuk mendapatkan data kelautan sehingga kita bisa memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap kondisi laut saat ini, melakukan prediksi terhadap kondisi laut dimasa depan, serta menjelaskan fenomena kelautan yang akan dan telah terjadi. Instument ini telah digunakan oleh banyak negara di perairan teritori mereka dan real-time dataset dari data ini dapat diakses secara umum, seperti pada website Global Ocean Observation Sistem (GOOS) dan WestPack.

Tiongkok dan Indonesia memiliki karakteristik dan nilai sosial budaya kelautan yang berbeda. Maka sudah semestinya kedua bangsa memiliki pendekatan yang berbeda dalam pengelolaan laut.

Dalam program yang berakhir September ini, para peserta Summer Course Smart Ocean Program juga diajarkan tentang pemrosesan data menggunakan beberapa software yakni; MATLAB untuk permodelan satelit dan prediksi pasang surut air laut, ArcMap dan ENVI untuk memproses data dan gambar dalam sistem informasi geografis, SNAP untuk memproses gambar satelit radar untuk mengidentifikasi fitur khusus di laut dan mengidentifikasi adanya pencemaran laut, serta software topografi bawah laut untuk mengidentifikasi elevasi dan sedimen dasar air. Pengetahuan serta skill yang diberikan ini sangat dibutuhkan di era smart ocean agar manusia dapat lebih memahami lautnya dan dapat membantu pembuat keputusan dalam membuat kebijakan terkait pesisir dan laut berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karakteristik Laut

Tiongkok dan Indonesia memiliki karakteristik dan nilai sosial budaya kelautan yang berbeda. Maka sudah semestinya kedua bangsa memiliki pendekatan yang berbeda dalam pengelolaan laut. Indonesia hanya memiliki tipe perairan laut tropis sedangkan Tiongkok memiliki dua tipe perairan laut yakni tropis di Laut China Selatan dan perairan laut subtropis di Laut Cina Timur, Laut Kuning dan Laut Bohai. Karakteristik yang berbeda tersebut akan berpengaruh pada keanekaragaman hayati bawah laut yang berbeda di kedua wilayah negara ini. Perairan laut tropis dicirikan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi khususnya Indonesia yang juga merupakan bagian wilayah Coral Triangle. Indonesia memiliki oragnisme laut yang sangat beragam dibandingkan Tiongkok. Berdasarkan studi dari Liu (2014), terdapat 22.629 species yang mewakili 49 filum yang di perairan laut Tiongkok. Angka ini mewakili 10% total keanekaragaman hayati dunia. Ikan, kepiting, udang, dan sefalopoda adalah majoritas yang mendominasi keanekaragaman hayati di Tiongkok. Tercatat Tiongkok memiliki keanekaragaman spesies karang sebanyak 571 species serta 1.694 spesies ikan dimana 150-nya memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Liu,2012). Berdasarkan data dari LIPI, Indonesia mempunyai jumlah keanekaragaman jenis spesies ikan sebanyak 3.429 dan 590 spesies karang. Jumlah keanekaragaman ini mewakili sekitar 76% spesies karang dunia dan 37% spesies ikan karang dunia berdasarkan data UNDP (2016)

Untuk melindungi keanekaragaman hayati laut yang tinggi ini, perlu adanya sistem observasi laut yang baik. Terkait sistem observasi laut, Tiongkok memiliki sistem teknologi yang lebih maju dibandingkan Indonesia. Tiongkok telah mengembangkan banyak teknologi termasuk sensor dan instrumen seperti CTD dan alat eksplorasi bawah laut yang dapat mencapai kedalaman 6.000 meter dibawah permukaan laut. Tiongkok juga berkontribusi dalam mamasang lebih banyak instrumen observasi ke laut. Dataset ini merupakan bagian dari sistem pengamatan global yang dapat diakses publik. Berdasarkan situs web Global Ocean Observation Sistem, Tiongkok telah memasang 87 instrumen observasi Argos ke laut, dibandingkan dengan Indonesia yang hanya memasang 1 instrumen yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Tiongkok memberikan perhatian dan pendanaan lebih di sektor laut dibandingkan dengan Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki lebih banyak wilayah laut daripada Tiongkok. Untuk melindungi dan mengelola lautan, maka penting untuk memiliki kerja sama timbal balik antar negara di sektor ini termasuk Indonesia dan Tiongkok. Perlu juga adanya konsep baru tentang pengelolaan laut dimana lautanlah yang menghubungkan setiap negara di dunia ini, bukan memisahkan antar negara tersebut sehingga penting bagi setiap negara untuk melakukan pengelolaan laut dan sumberdayanya secara bersama dan tersinkronisasi.Hal ini sudah dilakukan Tiongkok dalam membuka akses data kelautan secara global. Harapannya pemerintah Indonesia dapat meningkatkan perhatian dan pendanaan pengembangan dan peniltian disektor kelautan agar Indonesia sebagai negara maritim dapat lebih mengenal laut Indonesia dan mengelola laut kita bersama secara berkelanjutan. Selain itu, kerjasama riset antar institusi penelitian dan perguruan tinggi juga perlu ditingkatkan dan Indonesia dapat belajar dari pengembangan teknologi yang telah dilakukan di Tiongkok, contohnya pada bidang mitigasi, manajemen, dan sistem peringatan dini bencana Tsunami dan gempa, sistem observasi kelautan, manajemen pelabuhan (smart port) dan lainnya.

 

Penulis :

Adib Mustofa S.Pi.,M.App.Sc

Dosen Sains Lingkungan Kelautan Itera di Smart Ocean Program Tiongkok

 

(Opini ini telah diterbitkan di kolom Opini Surat Kabar Harian Lampung Post, Rabu, 2 Oktober 2019)