ITERA NEWS. Tim Pusat Kelola Karya Intelektual (PKKI) Institut Teknologi Sumatera (ITERA) melakukan studi banding dengan Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) Universitas Indonesia (UI), Selasa, 8 Agustus 2023. Menjadi topik utama dalam perbincangan dengan Kepala Divisi Pengolahan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual, Krisnayanto, SH., MH., seputar pandangannya tentang tata kelola kekayaan intelektual dan inovasi di UI.
Dalam konteks DISTP UI, sentralitas Kekayaan Intelektual (KI) terletak di bawah bidang riset dan inovasi. Bidang riset dan inovasi UI tersegmentasi menjadi empat, yakni pengembangan inovasi, kekayaan intelektual, science techno park, serta inkubasi bisnis.
Pendekatan UI dalam mengelola kekayaan intelektual serta inovasi melibatkan asesmen terbagi menjadi dua kelompok, yakni low risk capital intensive dan high risk non capital intensive. Sejak tahun 2015 hingga saat ini, UI berhasil mengakumulasi sebanyak 7.940 kekayaan intelektual, dengan 10% di antaranya berupa paten.
Prestasi UI sebagai perguruan tinggi berfokus pada kewirausahaan dan kontribusi risetnya telah merambah dalam tahap hilirisasi. Seiring dengan itu, keistimewaan menjadi bagian dari UI melibatkan perlindungan hukum serta pendampingan dalam proses pembuatan paten yang tidak hanya sekadar granted, namun juga mengutamakan kualitas yang unggul.
Terfokus pada tantangan dan peluang KI ke depan, kesadaran tentang pentingnya KI terus menjadi sorotan. KI diidentifikasikan sebagai harta karun yang melibatkan hak moral dan hak royalti sebagai elemen sentral. DISTP UI juga berperan sebagai pelayan bagi para peneliti. Di hadapan tantangan akan mortalitas bayi inovasi, yakni gagasan-gagasan yang menghilang di perpustakaan, perlu ditemukan cara agar gagasan-gagasan ini tetap hidup. Pendekatan yang mendukung kebutuhan masyarakat menjadi kunci.
Pengembangan kekayaan intelektual melibatkan program riset yang mengarah pada kebutuhan pasar dan regulasi, untuk mencegah hasil riset yang tidak produktif. Pendekatan dengan humaniora menjadi jalan untuk mengatasi persepsi teknis yang dominan
Pengembangan kekayaan intelektual melibatkan program riset yang mengarah pada kebutuhan pasar dan regulasi, untuk mencegah hasil riset yang tidak produktif. Pendekatan dengan humaniora menjadi jalan untuk mengatasi persepsi teknis yang dominan. Peningkatan taraf pengetahuan (TKT) juga menjadi langkah penting dalam hal ini. Untuk mengatasi tantangan ini, hubungan erat dengan industri menjadi penting, diwujudkan melalui business matching, kolaborasi dengan asosiasi, alumni, serta partisipasi dalam pameran-pameran.
Strategi dan saran praktis turut menjadi bagian esensial dalam studi banding ini. KI sebagai aset tak terwujud, dapat diperkuat melalui peraturan rektor yang mendukungnya, misalnya pengajuan paten sebelum tugas akhir. Fokus awal pada kuantitas adalah rekomendasi yang menonjol. Tim PKKI disarankan untuk bersifat multi-disiplin, mengingat KI melibatkan irisan ilmu hukum dan ilmu keteknikan. Dokumen paten dijelaskan sebagai berisi klaim dan abstrak yang ditujukan untuk melindungi metode atau formula. Pencarian kekuatan dalam konteks ITERA menjadi arahan yang disoroti. Koneksi dengan industri melalui asosiasi dianggap sebagai pendekatan praktis yang dapat diterapkan.
Dalam hal valuasi, keberagaman besar royalti menjadi penekanan. Pemegang inventor, baik dari institusi maupun industri, memiliki peran yang tidak dapat diabaikan. Pengembangan produk memerlukan kolaborasi dengan mitra industri, dan kepemilikan dapat bergantung pada dukungan pendanaan. Valuasi internal dan eksternal menjadi bagian penting dalam proses ini. Berkenaan dengan pengelolaan paten, disarankan untuk mendaftarkan semua dan kemudian melakukan komersialisasi. Strategi 10:8:2 menggambarkan prosentase gagasan yang dapat berhasil. Semua informasi berharga ini ditutup dengan inspirasi bahwa Tim PKKI ITERA sedang menanam “pohon besar” yang menumbuhkan masa depan. (Rilis/Humas)