ITERA Pelopori Pembentukan Masyarakat Tanggap Bencana di Kampus

ITERA Pelopori Pembentukan Masyarakat Tanggap Bencana di Kampus

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Bertepatan dengan peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional 2021,  Institut Teknologi Sumatera (ITERA) mempelopori pembentukan masyarakat tanggap bencana di lingkungan kampus di Provinsi Lampung. Tim Masyarakat Tanggap Bencana (MTB) ITERA ditetapkan langsung oleh Rektor ITERA Prof. Ir. Ofyar Z Tamin, M.Sc., Ph.D.,IPU., melalui surat keputusan Rektor yang beranggotakan, sivitas akademika ITERA, mulai dari dosen, tenaga kependidikan hingga mahasiswa.

Pengukuhan Masyarakat Tanggap Bencana ITERA yang diketuai Muhammad Ulin Nuha, S.T,M.Eng dilakukan oleh Rektor ITERA yang diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr.-Ing., Mitra Djamal, Senin, 26 April 2021. Prof. Mitra menyampaikan pembentukan MTB ITERA merupakan peran aktif ITERA membantu permasalahan yang timbul akibat terjadinya bencana di masyarakat. Selain itu juga menjadi sumbangsih ITERA dalam manajemen bencana berupa pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana melalui Pusat Riset dan Inovasi Mitigasi Bencana dan Deteksi Dini Kebakaran Hutan (Purino Mide) yang dimiliki.

Masyarakat Tanggap Bencana ITERA juga melibatkan para mahasiswa yang tergabung dalam satgas Generasi Tanggap Bencana ITERA (Gatera) yang sebelumnya diprakarsai oleh Kepala UPT MKG ITERA Drs. Zadrach L. Dupe,M.Si. Para mahasiswa yang telah dibekali kemampuan tanggap bencana tersebut akan menjadi penggerak MTB ITERA agar dapat dikenal di dunia kerelawanan dan tanggap bencana di Lampung hingga nasional.

Pengukuhan tim MTB ITERA dilakukan bersamaan dengan seminar dalam jaringan kebencanaan ITERA yang digagas Purino Mide dan UPT MKG ITERA menghadirkan narasumber Ketua Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Didi Hamzar, S.Sos, M.M, Plt. Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB yang diwakili oleh Linda Lestari, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Lampung Rudi Syawal Sugiarto,S.E, M.H., dan Ahli Kebencanaan Indonesia IABI, Dr. Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu. Seminar daring tersebut dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Non Akademik ITERA Prof. Dr. Sukrasno, M.S.

“Masyarakat Tanggap Bencana ITERA juga melibatkan para mahasiswa yang tergabung dalam satgas Generasi Tanggap Bencana ITERA (Gatera) yang sebelumnya diprakarsai oleh Kepala UPT MKG ITERA Drs. Zadrach L. Dupe,M.Si.”

Dalam sambutan Prof. Sukrasno menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara yang subur dengan kekayaan alam yang luar biasa, namun dibalik semua kenikmatan tersebut kita juga harus menghadapi banyaknya bencana. Generasi muda khususnya para mahasiwa diharapkan menjadi pionir, pelopor dan teladan bagi masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana. “Untuk itulah kita perlu bijak untuk mensiasati dalam menghadapi bencana-bencana dengan kesiasiagaan, melalui webinar ini diharapkan memberikan manfaat untuk berbagai pihak,” ujar Prof. Sukrasno.

Webinar yang mengusung tema “Pemerintah, Institusi dan Masyarakat dalam Pengelolaan Kesiapsiagaan Bencana Nasional” tersebut diikuti  sebanyak 163 peserta, dari berbagai kalangan, mulai dari berbagai instansi bai pemerintah maupun swasta, komunitas dan forum pemerhati kesiapsiagaan bencana, serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Sementara bertindak sebagai moderator Dosen Teknik Geofisika ITERA yang juga ahli kebencanaan Erlangga Ibrahim Fattah, S.Si, M.T.

Meminimalkan Risiko

Dalam sesi pemaparan, Ketua Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Didi Hamzar, S.Sos, M.M, menyampaikan bahwa Basarnas bertanggung jawab pada pencarian dan pertolongan pada kecelakaan kepal dan pesawat udara, kecelakaan khusus, bencana pada tahap tanggap darurat dan kondisi yang membahayakan manusia. Dalam bertugas Basarnas harus mampu bekerja dengan meminimalkan resiko dan cepat.

Didi memaparkan, berdasarkan data, pada tahun 2020 terdapat 2.526 total kejadian bencana. Bencana yang paling banyak menelan korban adalah bencana yang terjadi di wilayah perairan. Karena Indonesia 2/3 wilayahnya merupakan perairan sehingga banyak potensi bencana yang akan terjadi, untuk itu Didi juga mengimbau agar seluruh masyarakat Indonesia mempunyai kemampuan berenang.

“Kemampuan masyarakat Indonesia dalam menerima peringatan dini bencana dan memetakan bencana masih sangat rendah, sehingga dibutuhkan pentingnya peran dari perguruan tinggi untuk penangan bencana, menyiapkan teknologi untuk tanggap darurat, memberikan edukasi kepada masyarakat. “

Sementara pemateri kedua Dr. Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu sebagai Ahli Kebencanaan Indonesia IABI yang menyampaikan bahwa dalam 100 tahun terakhir bencana dengan high frekuensi yaitu bencana banjir. Sedangkan untuk  high impack dengan frekuensi yang jarang yaitu bencana tsunami. Frekuensi bencana dengan kejadian terbesar masih terjadi di Pulau Jawa, dengan jumlah populasi yang padat.

Harkunti menyebut, kemampuan masyarakat Indonesia dalam menerima peringatan dini bencana dan memetakan bencana masih sangat rendah, sehingga dibutuhkan pentingnya peran dari perguruan tinggi untuk penangan bencana, menyiapkan teknologi untuk tanggap darurat, memberikan edukasi kepada masyarakat.

Pelaksana Kepala BPBD Provinsi Lampung Rudi Syawal Sugiarto,S.E,M.H., dalam kesempatan tersebut memaparkan bahwa risiko bencana di Provinsi Lampung termasuk dalam kategori tinggi. Untuk itu rencana pembangunan penanggulangan bencana merupakan hal yang penting untuk pemerintah provinsi Lampung.

Sebagai pemateri terakhir perwakilan BNPB, Linda Lestari memaparkan bahwa hampir 95% bencana Indonesia terkait bencana hidrometeorologi. Lebih dari 53 ribu desa di Indonesia dikategorikan desa rawan bencana. “Untuk itu kita harus bersama-sama bersinergi dalam upaya pencegahan bencana.” Ujar Linda. (Rilis/Humas)