Ikuti Pertukaran Dosen ke Nagoya University Jepang, Dosen Teknik Geomatika ITERA Kaji Mitigasi Bencana Gempa Sumatera

Ikuti Pertukaran Dosen ke Nagoya University Jepang, Dosen Teknik Geomatika ITERA Kaji Mitigasi Bencana Gempa Sumatera

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Satrio Muhammad Alif, S.T., M.T., salah satu dosen Program Studi Teknik Geomatika, Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan, Institut Teknologi Sumatera (ITERA) yang sedang melaksanakan tugas belajar di National Cheng Kung University, Taiwan, berkesempatan mengikuti pertukaran dosen ke Nagoya University, Jepang.

Satrio yang memulai studi S3 pada tahun 2021 di National Cheng Kung University, Taiwan, terpilih menjadi mahasiswa pertukaran pelajar di Nagoya University selama satu tahun. Satrio akan menjalani tahun ketiga selama studi S3 tersebut di program pertukaran yang bernama the Nagoya University Program for Academic Exchange (NUPACE). Pada periode musim gugur 2023 ini, NUPACE menerima 113 mahasiswa yang berasal dari berbagai negara. Satrio menjalani program pertukaran pelajar ini dengan status Special Research Student, yang berarti tidak perlu mengambil mata kuliah ketika program berlangsung.

Di Nagoya University, Satrio dibimbing langsung Prof. Takeshi Sagiya, peneliti deformasi kerak bumi menggunakan pengukuran geodetik. Bidang tersebut merupakan bidang yang sama dengan bidang yang Satrio tekuni sejak S1. Saat memulai studi S3 di Taiwan, Satrio diminta oleh pembimbingnya, Prof. Kuo-En Ching, untuk menjadikan riset S3-nya sebagai riset kolaborasi dengan Prof. Sagiya dari Jepang dan Prof. Irwan Meilano dari Institut Teknologi Bandung, guru besar bidang geodesi gempa bumi di Indonesia. Oleh karena itu, riset yang dilakukan Satrio ini adalah riset lanjutan dari riset yang sudah dilakukan selama dua tahun di Taiwan.

Pemilihan Taiwan sebagai lokasi studi lanjut S3 dan Jepang sebagai lokasi pertukaran pelajar sangat sesuai untuk studi gempa bumi karena sama seperti Indonesia, Taiwan dan Jepang adalah negara dengan jumlah kejadian gempa bumi terbanyak di dunia.

Satrio menjelaskan, riset deformasi kerak bumi ini sangat berkaitan erat dengan mitigasi bencana gempa bumi. Pemilihan Taiwan sebagai lokasi studi lanjut S3 dan Jepang sebagai lokasi pertukaran pelajar sangat sesuai untuk studi gempa bumi karena sama seperti Indonesia, Taiwan dan Jepang adalah negara dengan jumlah kejadian gempa bumi terbanyak di dunia.

Satrio berharap dengan studi ke dua negara yang juga rentan akan bencana gempa bumi tersebut, dapat meningkatkan ilmu terkait penentuan lokasi sumber dan estimasi magnitudo bencana gempa bumi yang ada di Indonesia. Satrio, yang mempelajari terkait estimasi potensi gempa bumi di Sumatera ini mengidentifikasi hal paling mendasar yang membedakan Indonesia dengan dua negara tersebut adalah ketersediaan data, dalam hal ini data geodetik, untuk mendapatkan hasil yang akurat serta untuk menemukan lokasi potensi gempa bumi yang belum teridentifikasi.

Satrio berharap seluruh kalangan baik peneliti lain, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dapat berkolaborasi untuk mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia. (Rilis/Humas)