UPT MKG ITERA Bahas Penyebab Bencana Siklon Seroja di NTT

UPT MKG ITERA Bahas Penyebab Bencana Siklon Seroja di NTT

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Terkait bencana alam badai siklon tropis yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan menyebabkan korban jiwa meninggal dan hilang, UPT Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG) ITERA memberikan perhatian khusus atas fenomena tersebut dengan mengadakan kajian secara keilmuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.

Kegiatan yang diselenggarakan secara dalam jaringan, Jumat, 16 April 2021, tersebut diisi oleh narasumber ahli meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Drs. Zadrach L. Dupe, M.Si., yang juga Ketua UPT MKG ITERA. Webinar tersebut diikuti sebanyak 400 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satu peserta adalah Pegawai BMKG di NTT Eran Rote yang menjadi saksi mata terjadinya bencana badai siklon tropis tersebut.

Dalam webinar Drs. Zadrach L. Dupe, M.Si., menyampaikan bahwa siklon tropis tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi siklon tropis dapat berada serta berkembang di daerah tropis antara garis tropic of cancer sampai garis tropic of capricorn. Ada beberapa perbedaan dalam hal penyebutan fenomena alam yang sama di berbagai daerah tropis, yakni siklon untuk daerah tropis di sekitar Asia Tenggara, hurricanes untuk daerah tropis disekitar Amerika, typhoons.

Zadrach menyebut, syarat untuk badai tropis dapat berkembang suhu muka laut harus panas. Sekitar 26.5 dan tebal lapisan yang panas ini harus => 50m, terjadi pendinginan yang cepat terhadap ketinggian, kelembaban pada lapisan bawah atmosfer sampai tengah harus tinggi, perubahan angin vertical harus lemah.

“Badai tropis juga hanya berputar jika berjarak 555km dari equator atau 5 utara keatas dan 5 selatan kebawah, bibit siklon harus ada. Berupa gangguan cuaca (thunderstorm) daerah dimana thunderstorm tumbuh di Inter Tropical Convergence Zone (daerah konvergen antar tropis) dan Tropical wave/gelombang tropis,” papar Zadrach.

“Pada saat terjadinya siklon tropis Seroja di Pulau Rote, diketahui tekanan udara pada stasiun meteorologi pulau Rote menurun hingga 991 milibar dan kecepatan angin berkisar 40-75 knot. Siklon tropis mengalami pelemahan  cepat karena badai tropis selalu bergerak mencari perairan yang suhunya panas.”

Pada saat terjadinya siklon tropis Seroja di Pulau Rote, diketahui tekanan udara pada stasiun meteorologi pulau Rote menurun hingga 991 milibar dan kecepatan angin berkisar 40-75 knot. Siklon tropis mengalami pelemahan  cepat karena badai tropis selalu bergerak mencari perairan yang suhunya panas. Sedangkan Pulau Rote perairannya tidak terlalu dalam sehingga tidak mendukung badai tropis tersebut dan energi yang diberikan tidak bisa mempertahankan hidupnya badai tersebut.

“Tetapi tidak menutup kemungkinan badai tropis akan kembali ada di Pulau Rote karena kondisi lingkungannya memungkinkan untu kembalinya hadirnya siklon tropis yang lain,” ungkan Zadrach.

Belajar dari apa yang terjadi di NTT, Zadrach menyebut perlu adanya upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberi peringatan terkait bahaya siklon tropis. Di Indonesia penyampaian peringatan tentang bahaya siklon tropis, dilakukan oleh BMKG melalui teknik pengamatan dan penyampaian informasi yang dilakukan dengan beberapa metode, mulai dari citra satelit, radar, pengamatan melalui udara (contohnya dengan pesawat), dan berita cuaca. (Rilis/Humas)