ITERA Gelar Seminar Kesehatan Mental Sivitas Akademika

ITERA Gelar Seminar Kesehatan Mental Sivitas Akademika

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Institut Teknologi Sumatera (ITERA) berkomitmen membina kesehatan mental seluruh sivitas akademikanya, mulai dari dosen, tenaga kependidikan, dan terutama mahasiswa. Hal tersebut diimplementasikan melalui beberapa program seperti membentuk Satuan Tugas Kesehatan Mental dan Persiapan Bimbingan Karier ITERA, hingga menggelar seminar kesehatan mental sivitas akademika bertajuk Resilience and recovery of mental health, Sabtu, 17 April 2021.

Seminar secara dalam jaringan yang digagas Satgas Kesehatan Mental dan Persiapan Bimbingan Karier ITERA, dan diikuti lebih dari 1.000 peserta tersebut menghadirkan dua narasumber profesional yaitu akademisi yang juga psikolog di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, Retno Riani, S.Psi., M.PSi., dan seorang Suicidolog, penggiat kesehatan jiwa global, serta pendiri dan penasihat Into The Light Indonesia, Benny Prawira, M.Psi.

Ketua Satgas Kesehatan Mental dan Persiapan Bimbingan Karier ITERA, Dr. Sunarsih, di awal kegiatan menyampaikan, seminar tersebut menjadi upaya membina kesehatan mental sivitas akademika ITERA. Sebab seperti yang diketahui,ITERA merupakan penyintas kehilangan bunuh diri, karena adanya mahasiswa yang pernah memilih jalan tersebut.

“Ini momentum yang tepat untuk membangun kesadaran pentingnya kesehatan mental bagi seluruh sivitas akademika ITERA, sebab kesehatan mental yang tidak dikelola dengan baik bisa memberikan efek mengkhawatirkan,” ujar Asih.

Upaya tersebut menurut Asih telah diimplementasikan melalui beberapa program terstruktur, diantaranya pembentukan konselor sebaya mahasiswa, revitalisasi klinik ITERA yang juga menangani konseling kesehatan jiwa, dan berbagai program yang menyadarkan pentingnya kesehatan mental secara lebih luas kepada masyarakat akademis, seperti melalui seminar.

“Ini momentum yang tepat untuk membangun kesadaran pentingnya kesehatan mental bagi seluruh sivitas akademika ITERA, sebab kesehatan mental yang tidak dikelola dengan baik bisa memberikan efek mengkhawatirkan.”

Sementara dalam seminar yang dimoderatori oleh Dosen Program Studi Teknik Instrumentasi dan Kontrol ITERA, Sabar, S.Pd., M.Si, narasumber pertama Retno Riani, S.Psi., M.PSi., menilai berbagai program yang dilakukan ITERA, merupakan komitmen kuat dan wujud kehadiran kampus dalam penanganan masalah kesehatan jiwa di kampus.

“Dengan berbagai pengalaman yang pernah terjadi, ITERA sangat menyiapkan diri bahwa kesehatan mental sivitas akademika sangatlah penting,” ujar Retno.

Terkait kesehatan mental, menurut Retno, seseorang tidak dapat dinyatakan sehat, jika hanya fisiknya saja yang sehat namun mentalnya tidak sehat. Untuk itu kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan sesorang yang sangat penting.

Dia juga menjabarkan beberapa gangguan kesehatan mental, mulai dari yang ringan seperti cemas, hingga depresi dan yang berdampak pada keputusan mengakhiri hidup denga bunuhdiri.

Mental Mahasiswa

Mengutip data kesehatan mental mahasiswa di Wilayah Jawa Barat, menurut Retno sebanyak 78% mahasiswa mengalami masalah kesehatan mental selama kuliah, 40% diantaranya menimbulkan gangguan prestasi, dan 33% diantaranya pernah memikirkan bunuh diri. Untuk menangani itu semua, Retno juga menyampaikan beberapa langka untuk pemulihan kesehatan mental mulai dari menceritakan permasalahan kepada orang lain yang dinilai tepat, hingga mengakses layanan kesehatan mental dengan berkonsultasi ke psikolog.

“Curhatlah namun pada orang yang tepat, dan untuk dikampus sangat penting untuk mengaktifkan peran dosen pembimbing akademik,” ujar Retno.

Sementara pemateri ke dua, Benny Prawira, M.Psi., mengapresiasi ITERA sebagai kampus penyintas bunuh diri menyelengagrakan seminar tersebut. Sebab menurut Benny, justru pihak kampus perlu. “Semakin kampus tidak membicarakannya, justru akan banyak orang yang semakin bingung. Dengan membicarakan secara terbuka, sivitas akan memperoleh pengetahuan dan mengupayakan yang terbaik bagi diri masing-masing,” ucap Benny.

Dalam kesempatan tersebut Benny lebih banyak membahas bagaimana mencegah bunuhdiri. Berdasarkan data yang dipaparkan, Benny menyebut gangguan mental tidak hanya dapat dialami oleh orang dewasa. Bahkan gangguan tersebut dapat terjadi mulai dari usia 10-12 tahun.

Berdasarkan survey keluarga nasional, disebutkan ternyata 1 dari 5 orang yang berusia lebih dari 15 tahun telah memiliki gejala depresi, dan angka depresi paing banyak terjadi pada seseorang berusia 15-19 tahun. “Selama ini orang berfikir masih muda mikirin apa bisa sampai depresi, namun justru itulah masa-masa rentan seseorng,” ujar Benny.

Beberapa faktor disebutkan dapat meningkatkan risiko depresi diantaranya faktor biologis seperti rendahnya aktivitas fisik seseorang, faktor psikologis seperti tekanan hidup, ekonomi dan lainnya, serta faktor sosial seperti kurang toleransi, tidak percaya dengan orang lain, kurangnya saling menghormati dan lainnya.

“Masalah bunuhdiri dan depsresi sangat kompleks, dan ada kondisis sosial masyarakat yang justru membuat hopeless, hingga akhirnya memilih bunuhdiri,” ujar Benny.

”Jangan mudah menyalahkan, tetapi didengarkan dahulu, dari hal tersebut cobalah mencegah dengan memecahkan masalahnya. Inilah yang harus mulai kita lakukan.”

Ketika mengetahui adanya orang atau teman yang hendak bunuh diri, maka Benny menyarankan agar tidak menyalahkan, namun terbuka dengan mendengar apa yang sebetulnya menjadi masalah.   ”Jangan mudah menyalahkan, tetapi didengarkan dahulu, dari hal tersebut cobalah mencegah dengan memecahkan masalahnya. Inilah yang harus mulai kita lakukan,” ujar Benny.

Selain itu sebaiknya seseorang yang memiliki depresi hingga berfikir akan bunuh diri perlu segera diberikan akses layanan kesehatan, melalui klinik psikologi,hingga rumah sakit.  Sebab ketika seeorang tidak mencari bantuan, dan tidak mendapatkan bantuan dari orang lain di sekitarnya, bisa dipastikan seseorang tersebut akan memilih bunuh diri.  Padahal proses dari pikiran, hingga bunih diri membutuhkan waktu yang lama, tidak secara langsung.

Benny juga mengajak, sebagai awam kita harus mulai belajar mengetahui hal-hal seputar gangguan mental. Jika menemui seseorang yang mengalami masalah mental, maka langka pertama adalah kita medengarkan masalahnya. “Fokuslah pada dirinya, jangan pada apa yang kita fikirkan dan tanyakan apa yang terjadi. Dengarkan, berikan ruang, jangan menasihati, atau mendebat dan pastikan aman dengan meminta bantuan profesional,” ujar Benny. (Humas)