Mahasiwa ITERA Ikuti Seleksi National University Debate Championship

Mahasiwa ITERA Ikuti Seleksi National University Debate Championship

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Tim mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (ITERA) yang diwakili oleh Farrelyto Theodorus (Prodi Sains Aktuaria) dan Bella Tamara Br Purba (Prodi Teknik Industri) mengikut seleksi tahap ke-2 National University Debate Championship yang diadakan Pusat Prestasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), Rabu (12/8/2020).

Dalam kompetisi debat dalam bahasa inggris yang diadakan dalam jaringan tersebut, Farrelyto bertindak sebagai prime minister, sementara Bella sebagai deputy prime minister. Seleksi tahap ke-2 National University Debate Championship ini diikuti oleh mahasiswa dari perguruan tinggi negeri dan swasta di bawah LLDIKTI II (Sumsel-Lampung-Bengkulu-Babel). Proses seleksi ini dilakukan secara daring dimana peserta membuat video berdasarkan mosi yang diberikan oleh panitia pusat.

Dalam debat tersebut, kasus yang dimunculkan oleh penyelenggara adalah mengenai para orang tua imigran yang tinggal di negara yang didominasi oleh orang kulit putih. Kemudian mereka memilih untuk tinggal dan membesarkan anak – anak mereka di daerah etnis mereka yang ada di negara tersebut (e.g. Chinatown, Little India, Korea Town, etc.).

Farrelyto menjelaskan, dalam debat kali ini, tim ITERA memilih membawa kasus tersebut ke negara Amerika, karena negara tersebut merupakan negara kulit putih terbesar dan memiliki banyak daerah etnis seperti Little India, Chinatown, dan Koreatown.

“Sebagai prime minister, saya lebih menjelaskan manfaat yang dirasakan oleh negara penerima imigran dan para imigran itu sendiri. Ada tiga argumen utama yang kami sampaikan dengan meliputi tiga aspek berbeda yaitu sosial budaya, politik, dan ekonomi,” jelas Farrelyto.

“Sebagai prime minister, saya lebih menjelaskan manfaat yang dirasakan oleh negara penerima imigran dan para imigran itu sendiri. Ada tiga argumen utama yang kami sampaikan dengan meliputi tiga aspek berbeda yaitu sosial budaya, politik, dan ekonomi.”

Dari aspek sosial, Farrelyto berpendapat bahwa para imigran akan lebih nyaman saat bersoisalisasi dengan menggunakan bahasa sehari hari mereka walaupun di tempat yang baru. Selain itu, mereka juga ingin melestarikan budaya asli mereka walaupun mereka berada di negara baru. Sementara pada aspek politik, tentunya dengan adanya imigran yang datang dan memilih tinggal, akan timbul kerjasama politik bilateral yang lebih kuat antar kedua negara. Terakhir, aspek ekonomi, tentunya para imigran memberikan perkembangan pajak melalui usaha mereka yang mayoritas pedagang. Selain itu, banyak juga imigran yang ikut berkontribusi dalam pengadaan sumber daya manusia yang mumpuni.

Isu Rasisme

Sementara, Bella sebagai deputy prime minister lebih menjelaskan mengenai manfaat yang dirasakan oleh pihak luar selain kedua negara yang menerima imigran dan mengirimkan imigran tersebut. Pertama, Bella membawakan argumen mengenai isu rasisme yang akan berkurang secara signifikan jika seorang imigran tinggal di daerah etnis mereka sendiri.

“Selain itu, dengan tinggal di daerah etnis mereka, hubungan kedua negara akan lebih baik dan dapat mengurangi kesenjangan antar kedua negara tersebut baik dalam aspek ekonomi maupun aspek lain,” terang Bella.

Seperti yang sudah tercantum pada SDG poin nomor sepuluh dalam upaya mengurangi kesenjangan antar negara. Tak hanya itu, Bella juga menyampaikan bahwa semua manusia memiliki hak hidup yang sama selama mereka mengikuti dan melaksanakan peraturan yang ada. Kesimpulannya, para orang tua imigran yang memilih tinggal pada daerah etnis mereka telah memutuskan pilihan yang tepat.

“Kami sangat mendukung ethnic encolve. Sebab ethnic enclove dinilai mampu menekan rasisme dan memenuhi tujuan dunia melalui SDG’s goal khususnya SDG point 10&16,” jelas Bella. [Humas]