Gagasan Wakaf IPTEK ITERA untuk Kemandirian Bangsa Indonesia

Gagasan Wakaf IPTEK ITERA untuk Kemandirian Bangsa Indonesia

Print Friendly, PDF & Email

Oleh : Rektor ITERA
Prof. Dr. I Nyoman Pugeg Aryantha

Meski telah merdeka sejak 17 Agustus 1945, faktanya selama ini, bangsa Indonesia masih terjajah secara ekonomi oleh bangsa lain. Hampir semua fasilitas kehidupan keseharian termasuk aktivitas di bidang pertanian yang mayoritas dilakukan oleh masyarakat, masih harus membayar nilai komersial teknologi yang sebagian besar mengalir ke luar negeri.

Ini menandakan, bangsa kita belum mandiri teknologi. Sebagian besar teknologi yang digunakanpun masih berasal dari luar. Data menguatkan pernyataan tersebut, paten asing yang didaftarkan di Indonesia tiap tahunnya sangat jauh dibandingkan paten yang dihasilkan bangsa kita sendiri.

Saat menjabat sebagai Ketua HKI ITB saya mectatat lebih dari 90% porsi paten yang didaftarkan di Indonesia adalah paten asing. Artinya kita akan membayar nilai royalti lebih dari 90% untuk paten bangsa luar. Menurut sebuah sumber, tahun 2020 jumlah paten asing yang didaftarkan di Indonesia sebanyak 12.000 paten, sementara paten nasional hanya diangka 5.000an saja.

Terkadang merasa sedikit geli ketika mendengar celotehan umat kita yang emosional saat terjadi pelecehan simbol agama oleh person oknum, atau ketidakadilan politik oleh bangsa lain, hingga muncul seruan untuk memboikot produk bangsa lain, seperti Israel atau Amerika. Jika benar boikot atau sebaliknya kita diboikot bangsa lain, maka sudah bisa dipastikan kita akan collapse karena kita masih sangat bergantung dengan bangsa lain.

Masyarakat tidak menyadari betapa rapuhnya bangsa kita dari sisi kemandirian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Di satu sisi juga, masyarakat tidak memikirkan apa dukungan yang diberikan untuk membangun kemandirian IPTEK ini?. Apakah masyarakat sadar bahwa kemandirian IPTEK butuh investasi biaya besar?, sementara kamampuan pemerintah dalam mendukung aktivitas riset masih belum memadai. Uang pajak yang notabene menjadi penopang pembangunan segala bidang, termasuk IPTEK, justru banyak bocor atau bahkan di korupsi oleh oknum tidak bertanggungjawab.

Faktanya hampir sebagian besar teknologi yang dipakai dalam beribadah di masjid adalah milik bangsa lain yang kita harus bayar royaltinya. Teknologi sound system masjid, teknologi karpet, teknologi penjernihan air minum, teknologi pendinginan ruang, teknologi material bangunan, dan teknologi-teknologi lainnya

Sementara masyarakat Indonesia, sesungguhnya memiliki kultur baik dalam berdonasi (berinfak). Hanya sayangnya masih belum cerdas memahami dan meyakini akan manfaat infak tersebut. Keyakininan yang ada pada masyarakat umumnya berinfak hanya dilakukan untuk ibadah magdoh (seputar masjid) yang seolah paling afdol di sisi Allah SWT.

Sementara urusan IPTEK di sekitar masjid sendiri masih banyak yang teknologinya belum memadai. Faktanya hampir sebagian besar teknologi yang dipakai dalam beribadah di masjid adalah milik bangsa lain yang kita harus bayar royaltinya. Teknologi sound system masjid, teknologi karpet, teknologi penjernihan air minum, teknologi pendinginan ruang, teknologi material bangunan, dan teknologi-teknologi lainnya adalah contoh teknologi bangsa lain.

Senada dengan infak, potensi dana dalam bentuk wakaf masyarakat juga besar untuk membangun kemandirian teknologi bangsa. Dana yang dihimpun dalam bentuk wakaf, dalam jangka panjang punya potensi besar untuk mendukung program riset. Dengan nilai wakaf yang signifikan untuk diinvestasikan, hasil investasinya dapat menjadi sumber pendanaan riset secara berkesinambungan. Pokok wakaf yang merupakan milik masyarakat secara kolektif bersifat abadi dan tumbuh terus, hanya hasil investasinya yang dikelola untuk pendanaan riset.

Itulah secara singkat ide menggagas kemandirian IPTEK Indonesia melalui program wakaf IPTEK yang saat ini digagas Institut Teknologi Sumatera (ITERA). Selama ini, saya berdiskusi intens dengan sahabat kuliah saya di Melbourne University Bapak Jamil Abbas yang mendalami Islamic Fintech dari CFO Ethis Fintech Syariah. Qadarullah saya ditakdirkan menjadi Rektor di ITERA, dan saya bisa mewujudkan ide tersebut.

Alhamdulillah saya dijodohkan Allah SWT bertemu Bapak Dede Irawan Hamzah dari Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bapak Rizki Oto dari Yayasan BSI Maslahat yang dengan cepat menyambut gagasan Wakaf IPTEK ITERA.

Melalui tulisan ini, saya memohon doa dan dukungan segenap masyarakat Indonesia, semoga Allah SWT meridhoi gerakan ini untuk kemandirian bangsa Indonesia. Hasilnya mungkin baru akan bisa terasakan manfaatnya (dapat menjadi sumber pendanaan riset yang memadai) dalam jangka waktu yang masih panjang. Akan tetapi praktik baik ini harus dimulai dari sekarang.

ITERA yang digagas pemerintah sebagai ITB junior dengan modal dasar lahan 273 Ha di Lampung, Insyaallah akan menjadi pusat peradaban IPTEK masa depan untuk membangun Indonesia emas. Aamiin Yaa Robbal Alamin.