Dosen ITERA Teliti Kondisi Mangrove Teluk Lampung 30 Tahun Terakhir
[:id]Ilustrasi Sumber ; Freepik[:]

Dosen ITERA Teliti Kondisi Mangrove Teluk Lampung 30 Tahun Terakhir

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Dosen Program Studi Sains Kelautan (SLL) Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Mohammad Ashari Dwiputra, S.Kel, M.Si., melakukan penelitian terkait kondisi terkini hutan mangrove yang berada di Teluk Lampung. Penelitian dilakukan dengan cakupan area hutan mangrove di tiga kecamatan yaitu, Punduh Pedada, Marga Punduh dan Padang Cermin.

Dalam riset kali ini, Ashari tidak hanya memanfaatkan data kondisi tutupan mangrove Teluk Lampung saat ini saja, tetapi juga membandingkannya dengan kondisi selama tiga puluh tahun ke belakang, sejak 1989-2019. Dalam riset yang dilakukan menggunakan bantuan dana hibah mandiri ITERA, Ashari menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk melihat tren perubahan tutupan hutan mangrove tiap tahunnya.

Dalam wawancara, Ashari mengatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan karena sebagai salah satu bentuk monitoring terhadap ekosistem yang terdapat di pesisir. Sebab, sebagaimana salah satu fungsi ekosistem mangrove bagi lingkungan yaitu mampu meredam energi gelombang yang tiba di kawasan pesisir sehingga bencana abrasi/erosi pantai dapat dicegah.

Selain itu, secara ekologi fungsi ekosistem mangrove sebagai tempat biota laut seperti ikan, udang dan produk perikanan lainnya memanfaatkan kawasan ini sebagai tempat mencari makanan, daerah asuhan dan tempat memijahnya biota laut.

Hasil penelitian yang dilakukan Ashari menunjukkan terjadinya penurunan luasan tutupan mangrove di Teluk Lampung. Pada tahun 1989 diperoleh luasan tutupan hutan mangrove sebesar 1003,8 Ha, tahun 2004 sebesar 685,4 Ha dan tahun 2019 sebesar 731,2 Ha. “Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan, dalam kurun waktu 30 tahun ada sebanyak 272,6 Ha hutan mangrove Teluk Lampung yang hilang,” ujar Ashari.

“Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan, dalam kurun waktu 30 tahun ada sebanyak 272,6 Ha hutan mangrove Teluk Lampung yang hilang.”

Konversi Lahan Tambak

Data citra satelit yang digunakan menunjukkan bahwa salah satu faktor yang paling berperan dalam penurunan jumlah luasan ekosistem mangrove adalah konversi lahan menjadi area tambak. Pada beberapa referensi menunjukkan deforestasi hutan mangrove memang telah terjadi secara masif pada tahun 1977-1990 dimana saat itu harga udang dipasaran cukup menjanjikan yang berdampak pada upaya dalam peningkatan produksi dengan membuka banyak tambak.

Selain memperoleh data terkait perubahan kondisi ekosistem mangrove, Ashari juga telah membuat perencanaan rehabilitasi hutan mangrove di lokasi kajian. Menurut Ashari, pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak terutama dari pemerintah dan masyarakat. Keduanya perlu bersinenergi mendukung program rehabilitasi hutan mangrove yang mengalami degradasi sebelum terjadi dampak yang lebih buruk bagi lingkungan.

“Sudah banyak contoh daerah pesisir mengalami abrasi yang disebabkan oleh hilangnya fungsi fisik dan ekologis dari hutan mangrove. Parahnya lagi jika kawasan pesisir tersebut merupakan konsentrasi permukiman karena akibat lanjutan dari abrasi adalah kawasan tersebut dapat tenggelam dan akan menyebabkan kerugian materi yang tidak sedikit,” Pungkas Ashari.

Reporter : Pebi Rik Yanda