Pemanfaatan Bioplastik Kurangi Pencemaran Lingkungan

Pemanfaatan Bioplastik Kurangi Pencemaran Lingkungan

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Program Studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) Institut Teknologi Sumatera (ITERA) menyelenggarakan seminar dalam jaringan bertajuk Eksistensi bioplastik sebagai kemasan komersial, Sabtu (19/9/2020). Seminar daring yang diikuti sekitar 800 peserta mulai dari mahasiswa, akademisi, praktisi dan umum yang disiarkan melalui zoom clout meeting dan Youtube live tersebut menghadirkan dua narasumber, yaitu Dr. Mochamad Asrofi, S.T. dengan bidang keahlian Bionanocomposite dari Fakultas Teknik, Universitas Jember dan Tecnical Advisor dari PT. Intera Lestari Polimer, Dr. Asmuwahyu Saptorahardjo.

Kegiatan yang dimoderatori dosen TIP ITERA, Dyah Ayu Larasati, S.T.P., M.Si, tersebut bertujuan untuk mengedukasi mahasiswa dan masyarakat luas terkait manfaat dari bioplastik sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan. Wakil Rektor Bidang Non Akademik yang juga menjabat sebagai Plt. Ketua Jurusan Teknik Proses dan Hayati ITERA, Prof. Dr. Sukrasno, M.S., dalam sambutannya menyampaikan sampah plastik menjadi permasalahan serius yang saat ini dihadapi dalam pencemaran lingkungan, terutama pencemaran laut. Untuk itu sangat dibutuhkan solusi yang dapat menggantikan sampah plastik yang sulit terurai. “Kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia yang membuang sampah plastik di laut menyebabkan lingkungan laut menjadi tercemar,” ujar Prof. Sukrasno.

Dalam sesi materi, Dr. Mochamad Asrofi, S.T. memaparkan mengenai bahayanya plastik polimer sintetis untuk lingkungan karena plastik tersebut membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun untuk bisa terdegradasi secara alami. Ia menyebut, berdasarkan penelitian R.Geyer, J.R Jambeck and K.L.Law, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik di laut nomor dua terbanyak di dunia.

“Dari jumlah sampah plastik di Indonesia, 36% merupakan sampah dari kemasan. Oleh karena itu, salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan membuat bioplastik dari bahan alam sebagai alternatif bahan kemasan ramah lingkungan,” ujar Asrofi.

“Dari jumlah sampah plastik di Indonesia, 36% merupakan sampah dari kemasan. Oleh karena itu, salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan membuat bioplastik dari bahan alam sebagai alternatif bahan kemasan ramah lingkungan.”

Bioplastik disebut memiliki sifat mekanis yang kurang baik sehingga diperlukan polimer tambahan untuk memperkuat matriks bioplastik tersebut. Salah satu contoh bahan penguat alami yang bisa digunakan adalah selulosa dari kulit jagung.

Asrofi, juga menyampaikan bahwa terdapat 4 solusi dalam upaya mengurangi jumlah sampah plastik di dunia, yaitu dengan mengurangi penggunaan plastik berbasis fosil, manajemen sampah plastik, konversi limbah plastik menjadi energi, dan pembuatan bioplastik sebagai alternatif plastik yang compostable.

Saat ini, banyak peneliti yang mengembangkan pembuatan plastik biodegradable dengan memanfaatkan bahan alam. Namun, upaya tersebut bukanlah solusi terbaik dalam mengurangi jumlah sampah plastik di dunia. Hal ini dikarenakan proses pembuatan plastik biodegradable membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena Asrofi, menyarankan masyarakat untuk menerapkan manajemen sampah plastik yang baik dalam upaya untuk mengurangi jumlah sampah palstik.

Pemateri ke dua, Dr. Asmuwahyu Saptorahardjo menyampaikan materi mengenai produk compostable bioplastic. Ia menjelaskan, bioplastik terbagi menjadi dua yaitu biobased dan biodegradable. Bioplastik merupakan plastik yang terbuat dari bahan alam sedangkan biodegradable plastik merupakan bioplastik yang dapat terdegradasi baik secara aerobic maupun nonaerobic.

5 Prinsip Komersialisasi Bioplastik

Dalam presentasinya, Dr. Asmuwahyu juga memaparkan 5 prinsip komersialisasi bioplastik, yaitu, pasokan bahan baku harus selalu tersedia, baik kuantitas maupun kualitas serta memiliki industrial based-nya, contohnya industri tapioka, kemudian processability yang baik di sisi hilir (semua proses harus berdasarkan prinsip pembuatan plastik) serta formulasi juga harus diperhatikan sehingga pemahanan sifat polimer dapat diidentifikasi dan processability saat manufacturing, utamanya process-control dapat terkendali. Prinsip lainnya yaitu memiliki perfomance produk yang baik dengan harga terjangkau oleh pelanggan, dan terakhir end of life bioplastik memenuhi standar yang ada.

“Sejauh ini, Indonesia belum memiliki standar kemasan yang terkomposkan seperti yang ada di Eropa (EN 13432). Oleh karena itu, diperlukan laboratorium yang terakreditasi dalam menjamin clean marketing dan menghindarkan green washing sehingga dihasilkan bioplastik yang ramah lingkungan,”ujar Dr. Asmuwahyu.

Sekretaris Prodi TIP ITERA Endo Dani Putra, S.TP., M.P., mengapresiasi ketertarikan peserta terhadap seminar yang dilaksanakan. Endo berharap dengan diselenggarakannya seminar online ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta terhadap bahaya kemasan dari plastik yang tidak dapat terdegradasi. Selain itu, terdapat potensi yang luar biasa bagi masyarakat untuk berwirausaha pada bidang bioplastik ini, dimana Lampung memiliki potensi pati dari ubi yang tinggi. [Humas]