Kolokium OAIL Bahas Planetary Geology Sebagai Area Riset Masa Depan

Kolokium OAIL Bahas Planetary Geology Sebagai Area Riset Masa Depan

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Planetary Geology atau geologi planet menjadi topik utama dalam kolokium astronomi yang berhasil diselenggarakan oleh Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL), Sabtu, 21 Agustus 2021. Kolokium yang diadakan secara daring tersebut menghadirkan narasumber utama Dosen Teknik Geologi, Universitas Gajah Mada, yang juga Ketua Tim Pembina Olimpiade Sains Kebumian Pusat Prestasi Nasional dan Pembina Astrogeology Club, Dr. D. Hendra Amijaya. Kolokium yang membahas planetary geology sebagai area riset masa depan tersebut dipandu oleh moderator dosen Sains Atmosfer dan Keplanetan ITERA, Achmad Zainur Rozzykin, S.Si., M.Si.

Kolokium yang menarik lebih dari 200 peserta dari berbagai daerah di Indonesia tersebut dibuka dengan sambutan Ketua Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan ITERA, Dr. Moedji Raharto dan Ketua LP3 ITERA, Acep Purqon, Ph.D.

Dalam kesempatan tersebut, Acep Purqon, Ph.D., menyebut planetary geology menjadi topik yang masih sangat jarang dibahas. Dengan adanya kolokium OAIL ITERA yang membahas isu tersebut tentunya ITERA kembali menjadi pelopor dalam mengenalkan keilmuan yang sangat berpotensi menjadi area riset para ilmuan di masa depan.

Sementara Ketua Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan ITERA, Dr. Moedji Raharto memaparkan, bahwa meteorologi, klimatologi dan geologi fisik menjadi satu kesatuan yang tak dapat dihindarkan karena saling bersinergi untuk memahami keberadaan planet-planet yang ada di alam semesta ini.

“Jika dahulu kita hanya melihat lewat teleskop, di masa-masa yang akan datang ini akan banyak sekali planet yang bisa dikunjungi oleh wahana antariksa yang bisa dikirim dari Bumi untuk mempelajari lebih detil keadaan-keadaan di sana,” ujar Moedji Raharto.

Sementara dalam pemaparan materinya, Dosen Teknik Geologi UGM, Dr. D. Hendra Amijaya menyebut, di masa depan perkembangan ilmu teknologi sangat berkaitan dengan perkembangan kajian keplanetan, termasuk bidang ilmu planetary geology. Study tentang planetary geology sebetulnya sudah berjalan cukup lama. Pada tahun 1963 USGS Flagstaff sebagai Astrogeology Science Center didirikan untuk melakukan pemetaan geologi bulan dan melatih astronot yang akan ke bulan.

Pada Apollo ke-17 melibatkan Ahli Geologi USA Horrison H. Schmitt. Bersama astronot Ronald E. Evans dan Eugene A. Cernan, mereka berhasil mengumpulkan 2200 sampel dari bulan dengan berat total 381 kg.

“Tak hanya USA, Uni Soviet juga melakukan misi planetary geology dengan tiga Misi Luna (Uni Soviet, tidak berawak) mengumpulkan 301 gram sampel dari Bulan,” ujar Hendra Amijaya.

Dari misi-misi Apollo 3 mineral baru ditemukan di Bulan, Armalcolite—Armstrong, Aldrin and Collins (Mg, Fe2+)Ti2O5, Tranquillityite Mare Transquillitatis (Fe2+)8Ti3Zr2, Pyroxferroite (Fe2+, Ca)SiO3.
Menurut Hendra, sejak lama sudah terdapat pemikiran aplikasi ilmu geologi di Bumi diterapkan ke benda langit dengan orientasi eksplorasi geologi benda luar angkasa. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui sumber daya energi dan mineral dengan menganalisis tentang struktur, komposisi, dan sejarah planet. “jadi benda-benda di tata surya ke depan akan menjadi kebutuhan manusia di Bumi,” tutur Hendra.

Hendra mencontohkan, proses terkenal dalam ilmu geologi yang terjadi di berbagai benda langit yaitu tektonik (patahan). Hal itu terbukti dari sebuah thrust fault di Merkurius yang terjadi akibat pengkerutan akibat pendinginan. Diperkirakan panjangnya 350 km dengan tinggi 3 km, kenampakan sesar di Europa (satelit Jupiter), kemungkinan terjadi akibat tidal flexing, radial fault di Venus akibat magmatisme. Selain peristiwa Tektonik, sedimentologi, stratigrafi, vulkanisme, tsunami, gumuk pasir, erosi serta CO2 dan H2O di Mars.

Kepala UPT OAIL, Hakim L. Malasan, menilai kolokium tersebut sangat menarik karena peserta dapat menyimak prospek penambangan asteroid yang walupun masih berupa konsep tapi bukan tidak mungkin dimasa yang tidak terlalu jauh ke depan bisa menjadi realita.

“Sedang dirancang proses in-space manufacturing yang memanfaatkan orbit antara ISS (International Space Station) dan Bulan. Kita sedang menyaksikan derap cepat industrialisasi di ruang angkasa yang bukan tak mungkin akan terwujud dalam waktu tidak terlalu lama,” ujar Hakim. (Rilis/Humas)