ITERA Dorong Astrowisata Jadi Wisata Alternatif Kala Pandemi

ITERA Dorong Astrowisata Jadi Wisata Alternatif Kala Pandemi

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Institut Teknologi Sumatera (ITERA) melalui Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Wisata Geopark Global dan Wisata Langit (WG2WL) gelar webinar bertajuk “Astrowisata: Memandang Langit Nusantara, Memaknai Kearifan Semesta” kala pandemi, Senin, 12 Juli 2021.

Kegiatan yang diikuti lebih dari dua ratus peserta tersebut dihadiri oleh Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Drs. Alexander Reyan, M.M., dan tiga narasumber yaitu Kepala Prodi Pascasarjana Astronomi FMIPA ITB, Dr. Aprilia, Kepala UPT OAIL ITERA, Dr. Hakil L. Malasan, dan Dr. Emanuel Sungging Mumpuni dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Dalam sambutannya, Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Penjamin Mutu ITERA, Acep Purqon, Ph.D., menyampaikan bahwa rasa ingin tahu masyarakat yang tinggi terhadap fenomena astronomi saat ini adalah alasan untuk menjual astrowisata di Indonesia. Diharapkan hal tersebut dapat memotivasi dan mendorong pemerintah dan pelaku pariwisata untuk mengembangkan start up baru di bidang astrowisata. Sementara Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf,

Drs. Alexander Reyan, M.M., menyebut astrowisata sebelumnya adalah wisata peminatan yang biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang terbatas dan tidak massal. Padahal bidang ini sangat ideal sebagai alternatif pariwisata saat kondisi pandemi seperti saat ini.
Advisor Purino WG2WL ITERA,Dr. Moedji Raharto menguatkan pernyataan sebelumnya bahawa Indonesia memiliki banyak keunggulan dalam astrowisata. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia berada di antara garis khatulistiwa, sehingga kita dapat melihat milky way dengan mudah. Untuk mengembangkan astrowisata perlu kerja sama multidisiplin yang saling mendukung satu sama lain.

Pada sesi materi, Kaprodi Pascasarjana Astronomi FMIPA ITB, Dr. Aprilia, mengupas seputar etnoastronomi nusantara. Etnoastronomi adalah studi tentang kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan fenomena alam semesta.

“Di Indonesia, nenek moyang kita sudah lama menjadikan langit sebagai petunjuk kegiatan sehari-hari. Pengetahuan tentang langit malam dan konstelasi bintang juga sudah biasa digunakan di banyak kelompok etnis di Indonesia,” ujar Dr. Aprilia.

Dia juga menyebut, hampir setiap daerah memiliki budaya-budaya masing-masing mengenai ilmu astronomi, misalnya di Lampung ada tradisi Serat Ulu (bercocok tanam) yang juga menginplementasikan ilmu astronomi.

Sementara Kepala UPT OAIL ITERA, Dr. Hakil L. Malasan, menyebut kunci utama suatu kegiatan pariwisata adalah membuat pengunjung merasa terlibat dalam kegiatan tersebut. Akan cukup membosankan bila dalam astrowisata pengunjung hanya meneropong bintang saja tanpa ada pengenalan dan narasi. Karena itu dalam astrowisata selain pengembangan alat pengamatan, kita juga harus coba mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menarik, seperti workshop dan ekskursi. Dengan begitu pengunjung dapat menciptakan memori yang bisa di bawa pulang.

Dr. Emanuel Sungging Mumpuni dari Pusat Sains Antariksa LAPAN, menambahkan bahwa astroturisme adalah salah satu wisata yang membutuhkan peguasaan astronomi yang profesional dalam pengantaran kontennya. “Namun menguasi ilmu astronomi saja tidak cukup, diperlukan juga pengetahuan mengenai keterkaitan dengan budaya, kearifan lokal, serta ilmu yang dapat diturunkan untuk generasi selanjutnya,” tambah Dr. Emanuel. (Rilis/Humas)