Mata Langit Baru Lampung

Mata Langit Baru Lampung

Print Friendly, PDF & Email

Oleh : Dr. Hakim Luthfi Malasan, M.Sc.
Kepala UPT Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL)

*Artikel ini telah diterbitkan di Surat Kabar Harian Lampung Post, dan lampungpost.id pada, Kamis, 4 Maret 2021

PADA 2007, Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang kala itu dipimpin M Nuh, mencanangkan jejaring pengamatan hilal. Kegiatan yang didukung TVRI itu memberikan dampak positif terhadap literasi masyarakat akan hilal dan aspek astronomis terkait pengamatannya. Dalam kegiatan itu sejumlah pengamat disebar ke beberapa lokasi di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Papua untuk mengamati serta menayangkan video ke TVRI yang menyebarluaskan ke masyarakat.

Perkembangan teknologi informasi juga memungkinkan penayangan langsung dari lokasi pengamatan ke server terpusat dengan cepat, memungkinkan partisipasi dan pemirsa yang luas. Perlu dicatat misi ini bukan untuk menggantikan wewenang dan keputusan sidang isbat yang leading sector-nya adalah Kementerian Agama, melainkan untuk mengedukasi melalui cara efektif dan murah memanfaatkan teknologi informasi multimedia dan streaming.

Program jejaring pengamatan hilal ini sukses, dengan 2 juta hit baik dari domestik maupun mancanegara terhadap web streaming hilal pada 2011. Para yang paling antusias dengan acara streaming itu dan mendorong terbentuknya klub-klub komunitas astronomi. Hingga kini komunitas ini terus berpartisipasi dalam pengamatan bulan.

Adalah Raja Abdullah dari Arab Saudi yang mengamati ini dengan seksama dan pada 2011 mengirimkan utusan dari King Abdul Azis City of Science and Technology ke ITB untuk menjajaki kolaborasi International Moon Sighting Program (IMSP), sebuah jejaring worldwide pengamatan bulan berpusat di Lunar Science Center di Mekah. Dengan menyebarkan teleskop di sekeliling Bumi, pengamatan ilmiah terhadap bulan dan fase-fasenya di samping akan memberikan ketepatan efemeris juga menjadi fondasi kuat bagi kalender Hijriah dan penggunaannya secara meluas.

Mimpi Observatorium di Lampung

Institut Teknologi Sumatera (Itera) diresmikan Presiden RI pada 2014. Bertempat di Way Huwi, Lampung Selatan, kampus Itera menempati area 270 hektare dengan kontur datar dengan horizon luas tidak terhalang bangunan. Pada Maret 2016, saat Gerhana Matahari sebagian melintasi Lampung, sebuah kegiatan public outreach dilaksanakan di kampus Itera oleh para astronom dari Observatorium Bosscha. Besarnya minat masyarakat dibuktikan dengan 1.000 pengunjung. Hal itu menjadi motivasi rektor membentuk Unit Pelaksana Teknis Observatorium Astronomi Itera (UPT OAIL) dan merencanakan pembangunan observatorium astronomi.

Diawali dengan pembentukan konsorsium bersama ITB dan Pemprov Lampung pada 2016, satuan tugas mengkaji aspek hukum kawasan perhutanan termasuk regulasi zonasi, infrastruktur, dan fasilitas observatorium. Tim bekerja sepanjang 2016—2017 membidik Gunung Betung di Taman Hutan Raya Wan Abdurrachman. Kajian meliputi kestabilan geologis, perilaku meteorologis dan mikroklimat, serta lingkungan. Hal terpenting, survei situs astronomi yang dilakukan dengan menganalisis citra satelit NOAA dan secara in-situ di puncak Gunung Betung.

Pada 2017, sebuah program studi baru yang direstui Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi yakni Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan. Di tahun yang sama dibentuk pula Komunitas Astronomi Lampung (Kala) yang aktif berkiprah dalam popularisasi astronomi kepada masyarakat luas. Semua ini menunjukkan kesungguhan menjadikan Itera sebagai pelopor sains dirgantara di Sumatera dan sekitarnya.

Di dunia kita mencatat banyak observatorium astronomi dibangun di kawasan konservasi. Sebab, observatorium merupakan pengawas efektif terhadap kelangsungan ekosistem. Kebutuhan observatorium akan langit yang senantiasa gelap pada malam hari menjadikan kehadirannya turut menjaga nokturnal, keseimbangan alam, dan mencegah perilaku eksploitasi.

Sayangnya, konsorsium ini beserta rencana pembangunan dihentikan pada 2019. Walau begitu, semangat membangun observatorium ditambah animo masyarakat yang menginginkan kehadiran itu di Lampung tetap tinggi. Oleh karena itu, kampus Itera yang luas menjadi alternatif dari pembangunan observatorium astronomi baru.

“Astelco Lunar Telescope System (ALTS) merupakan sistem pengamatan bulan yang bekerja secara robotik dan mengintegrasikan fungsi buka tutup kubah, pengarahan teleskop ke objek langit, serta pembacaan data cuaca tanpa intervensi astronom.”

ALTS di Kampus Itera

Momentum yang tepat diperoleh Itera melalui IMSP yang menghadirkan teleskop canggih pengamat bulan yang didukung teknologi state-of-the-art. Kondisi langit di atas kampus yang walaupun lebih inferior dari kawasan Gunung Betung, tetap memungkinkan observatorium memenuhi fungsi pendidikan, penelitian, dan public outreach. Astelco Lunar Telescope System (ALTS) merupakan sistem pengamatan bulan yang bekerja secara robotik dan mengintegrasikan fungsi buka tutup kubah, pengarahan teleskop ke objek langit, serta pembacaan data cuaca tanpa intervensi astronom.

Instrumen utama ALTS adalah sebuah refraktor berdiameter lensa objektif 15,2 cm (F/7,9). Panjang tabung teleskop 1,3 meter dilengkapi dengan buffle untuk meningkatkan kontras hilal yang diamati langsung melalui lensa okuler (eyepiece) ataupun direkam detektor. Teleskop didukung oleh penyokong (mounting) ekuatorial dan focuser otomatis sehingga memungkinkan pengoperasian secara jarak jauh.

Dipasang di atas menara dan dilingkungi oleh enclosure dengan desain kubah lipat (retractable dome) kontemporer, teleskop dapat dioperasikan secara robotik. Modus robotik sendiri ditopang oleh tiga komponen utama, yakni (a) pengarahan (pointing), gerak halus (fine tuning), dan penjejakan (tracking), (b) pengaturan titik api eyepiece maupun kamera, dan (c) sistem akuisisi dua kanal (visual dan infra merah) yang keluarannya ke detektor digital dalam modus video maupun citra (still picture).

Pengamatan hilal mensyaratkan transparansi dalam arah horizon disertai informasi lengkap kondisi cuaca di lokasi pengamatan. Untuk itu, ALTS dilengkapi kamera seluruh langit dan sistem cuaca otomatis. Pengoperasian robotik ini bersandar pada perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus oleh Astelco System berkolaborasi dengan tim astronom dari UPT OAIL ALTS.

Walaupun sejatinya dirancang untuk pengamatan bulan, dapat dipergunakan pula untuk pengamatan astronomi umum, seperti mengamati planet-planet tata surya, bintang, gugus bintang, dan materi antarbintang. ALTS dapat menjadi mesin riset dan pendidikan publik yang ampuh dalam misi pencerdasan masyarakat, khususnya di Sumatera. Kondisi langit di Lampung memungkinkan pengoperasian teleskop hingga 150 malam per tahun. Pemasangan di taman alat UPT Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika kampus Itera memungkinkan pelajar yang berkunjung tidak saja berwisata edukasi tentang astronomi, tetapi juga dapat mempelajari meteorologi dan sains atmosfer.

Kiranya ALTS dapat menjadi salah satu instrumen garda terdepan dalam setiap pengamatan astronomis yang terkait waktu ibadah kaum muslim. Bersama dengan instrumen meteorologi, klimatologi, dan geofisika seyogianya dapat memberikan layanan publik dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menunjukkan bahwa teknologi modern dapat dikembangkan serta digunakan sebesar-besarnya untuk meningkatkan literasi sains, sekaligus ketakwaan umat.