Golden Moment Kala Blackout Bagi Astronom Itera

Golden Moment Kala Blackout Bagi Astronom Itera

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

Penulis: Dr. Robiatul Muztaba, S.Si.,M.Si.
Dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera


Blackout
 atau pemadaman listrik besar-besaran yang terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera, termasuk Lampung, pada Selasa – Rabu, 4 – 5 Juni 2024, menjadi peristiwa yang banyak dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat. Namun, di balik pemadaman listrik, para astronom Observatorium Astronomi Itera Lampung (OAIL) justru memanfaatkan langit yang bebas polusi cahaya untuk mengabadikan pesona langit Lampung, hingga menikmati keindahan Galaksi Bima Sakti.

Dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera, Dr. Robiatul Muztaba, S.Si.,M.Si., yang ikut dalam pengamatan bersama tim OAIL Itera, menyebut, kejadian blackout merupakan momen langka bagi astronom, khususnya untuk mendapatkan langit yang bebas dari polusi cahaya.   “Jika masyarakat sadari, dan melihat ke langit pada saat pemadaman listrik terjadi di Sebagian besar wilayah Lampung, maka kemungkinan besar bisa melihat keindahan Galaksi Bima Sakti yang membentang di atas kepala kita,” ujar Dr. Robiatul Muztaba. Seperti potret bentangan galaksi Bima Sakti yang berhasil tim OAIL abadikan melalui foto yang diperoleh ketika terjadi pemadaman listrik, beberapa malam yang lalu.

Lebih lanjut, Dr. Robiatul Muztaba menerangkan, polusi cahaya merupakan tindakan yang berlebihan dan tidak efisien dalam menggunakan pencahayaan lampu. Oleh karena itu, jika masyarakat di kota-kota besar, menerapkan pencahayaan yang baik dan ramah lingkungan, tentu akan mendapatkan keindahan langit malam. Salah satu caranya adalah membuat tudung lampu. Tudung lampu tersebut berfungsi untuk membatasi pendaran cahaya yang mengarah ke langit sehingga hanya berfokus pada pencahayaan ke arah Bumi saja.

 

Dr. Robiatul Muztaba atau akrab disapa Aji, juga menyebut, memandangi langit malam merupakan salah satu cara manusia melakukan wisata spiritual. “Kita akan membayangkan sejauh mana alam semesta itu? Dari mana kita berasal? kenapa kita dilahirkan di bumi bukan di planet lainnya? Pertanyaan sederhana namun sulit untuk menjawabnya akan membawa kita pada batas logika berpikir secara ilmiah, sehingga batin kitalah yang akan merasakan betapa kecilnya tentang keberadaan manusia jika dibandingkan alam semesta itu sendiri,” ujar Robiatul.

Di malam yang cerah, tanpa polusi cahaya, kita bisa melihat sekilas cahaya galaksi melintasi langit malam.  Mempelajari galaksi merupakan cara kita mempelajari alam semesta melalui pemetaan kumpulan bintang, debu, dan gas. Seperti galaksi Bima Sakti yang menyerupai aliran cahaya indah yang membentang di langit.

Rumah galaksi kita adalah salah satu dari triliunan galaksi di alam semesta. Para astronom telah mempelajarinya dengan giat selama hampir satu abad, sejak Edwin Hubble menemukan bahwa Andromeda yang merupakan galaksi terdekat dari galaksi kita.

Seperti yang diketahui, Dr. Robiatul menyampaikan, Bima Sakti adalah galaksi spiral berbatang yang berusia sekitar 13,6 miliar tahun. Merupakan galaksi induk sebagai rumah kita dalam skala kosmos. Bumi membutuhkan waktu selama 365 hari untuk mengeliling Matahari. Sama seperti Bumi mengorbit Matahari, tata surya mengorbit pusat Bima Sakti sekitar 250 juta tahun. Galaksi kita rata-rata berukuran seratus ribu tahun cahaya tetapi tebalnya hanya seribu tahun cahaya. Di dalam piringan, matahari dan planet-planetnya menempati dalam lengan gas dan debu yang melengkung, sehingga menempatkan tata surya pada jarak sekitar 26.000 tahun cahaya dari pusat galaksi.

“Di malam yang cerah, tanpa polusi cahaya, kita bisa melihat sekilas cahaya galaksi melintasi langit malam.  Mempelajari galaksi merupakan cara kita mempelajari alam semesta melalui pemetaan kumpulan bintang, debu, dan gas. Seperti galaksi Bima Sakti yang menyerupai aliran cahaya indah yang membentang di langit.” ungkap Robiatul.

Bima Sakti

Di seluruh dunia memiliki perbedaan kebudayaan yang telah memberikan nama dan makna yang berbeda. Nama dalam bahasa Indonesia mengadopsi istilah dalam perbintangan Jawa. Sebutan “Bima Sakti” dalam astronomi orang Jawa diilhami dari gambaran tokoh pewayangan, yaitu Bima yang tengah dililit ular naga, sebagaimana diceritakan dalam lakon “Bima Suci”. Gambaran pewayangan itu dikenal sebagai “Sang Bima Sakti”.

Susunan kabut putih yang melintasi angkasa dan diselingi alur hitam di tengahnya memberikan kesan pada orang Jawa seperti Bima (kabut putih) yang tengah dililit naga (alur hitam). Di Cina disebut “Sungai Perak – Silver River” dan di Gurun Kalahari di Afrika Selatan disebut “Tulang Punggung Malam – The Backbone of Night”. Sementara itu, masyarakat Eropa menyebutnya “Jalur Susu” (misalnya Ing.: Milky Way, Jer.: Milchstrasse, Pra.: voie lactée), yang merupakan terjemah langsung dari bahasa Latin Via Lactea, yang pada gilirannya diambil dari bahasa Yunani: Γαλαξίας κύκλος (“Galaxias kyklos”) yang berarti “lingkaran susu”. Mereka melihatnya sebagai kabut bercahaya putih seperti susu yang membentang pada bola langit. Dalam mitologi Yunani, itu adalah tumpahan susu yang mengalir di langit saat Dewi Hera (Juno dalam mitologi Romawi) menyusui Herakles (Herkules).

Pada awal abad ke-20, astronom Harvard College Henrietta Swan Leavitt menemukan hubungan antara periode fluktuasi dan kecerahan sejenis bintang yang disebut variabel Cepheid. Penemuan ini memungkinkan para astronom memetakan Bima Sakti dengan cukup baik untuk mengetahui secara kasar seberapa besar galaksi tersebut, dan menemukan lokasi pusatnya. Dengan ditemukannya “nebula spiral” yang merupakan galaksi-galaksi jauh lainnya, posisi kita di alam semesta pun ditetapkan: kita hidup di satu galaksi sama seperti banyak galaksi lainnya.

Lengan spiral galaksi adalah bagian dari piringan ini, tempat tinggal bintang-bintang termuda dan paling terang di galaksi. Para astronom mempelajari populasi bintang dan material di antara mereka untuk memahami evolusi galaksi.

Bima Sakti memiliki lubang hitam supermasif di pusatnya. Dikenal sebagai Sagitarius A* — disingkat Sgr A* — galaksi ini berukuran sekitar empat juta kali massa Matahari. Bagian Bima Sakti yang menampung Matahari adalah piringan, yang merupakan kumpulan bintang, gas, dan debu yang lebarnya sekitar 100.000 tahun cahaya. Lengan spiral galaksi adalah bagian dari piringan ini, tempat tinggal bintang-bintang termuda dan paling terang di galaksi. Para astronom mempelajari populasi bintang dan material di antara mereka untuk memahami evolusi galaksi.

Bagian paling masif dari Bima Sakti adalah halo, yang merupakan wilayah berbentuk bola yang mengelilingi piringan galaksi. Halo memiliki populasi bintang bermassa jauh lebih rendah, berisi bintang-bintang tertua dan gugus bintang di galaksi. Bagian ini mungkin merupakan sisa-sisa galaksi lain yang terganggu oleh gravitasi Bima Sakti. Oleh karena itu, halo penting untuk memahami keseluruhan perilaku galaksi kita dan interaksinya dengan galaksi lain, serta sifat materi gelap, evolusi galaksi dan bagaimana proses ini terjadi di galaksi lain.

Bintang-bintang di piringan mengorbit di sekitar pusat galaksi, membentuk aliran berputar yang tampak seperti lengan dari tonjolan galaksi. Penelitian mengenai mekanisme yang mendorong terciptanya lengan spiral masih dalam tahap awal, namun studi terbaru menunjukkan bahwa lengan spiral terbentuk dan menyebar dalam jangka waktu yang relatif singkat, yaitu hingga 100 juta tahun (dari 13 miliar tahun evolusi galaksi).

Di dalam lengan-lengan tersebut, bintang, debu, dan gas tersusun lebih rapat dibandingkan di area piringan galaksi yang lebih longgar, dan peningkatan kepadatan ini memicu pembentukan bintang yang lebih intens. Akibatnya, bintang-bintang di piringan galaksi cenderung jauh lebih muda dibandingkan bintang-bintang di bagian tonjolan (bulge).