Dosen Fisika ITERA Kembangkan Penelitian Masker Nanofiber

Dosen Fisika ITERA Kembangkan Penelitian Masker Nanofiber

  • Post author:
  • Post category:Berita
Print Friendly, PDF & Email

ITERA NEWS. Dosen Program Studi (Prodi) Fisika Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Dr. Abdul Rajak, M.Si. yang juga Ketua Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA, mengembangkan penelitian tentang masker nanofiber sebagai marker pencegahan virus Corona baru (Covid-19). Hal tersebut dipaparkan dalam orasi ilmiah yang disampaikan oleh Abdul Rajak saat Sidang terbuka penerimaan mahasiswa baru ITERA tahun 2020, Kamis (3/9/2020).

“Nanofiber merupakan benang-benang kecil berukuran puluhan nanometer. Jika dibandingkan dengan sehelai rambut manusia yang umumnya berdiameter sekitar 50 mikrometer, nanofiber memiliki diameter sekitar 50 nanometer atau setara dengan sehelai rambut dibelah menjadi 1.000 kali,” terang Abdul Rajak.

Meskipun bentuknya yang kecil namun memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri, termasuk ketika dijadikan lapisan masker yang kini banyak dibutuhkan di tengah pandemi Covid-19. Material nanofiber saat ini banyak digunakan sebagai bahan perban penutup luka, sebagai sensor, bagian komponen baterai, baju pelindung yang dipakai pada dunia militer, filtrasi, rekayasa jaringan dan masih banyak lagi.

Dalam penelitian yang dilakukan benang-benang kecil atau nanofiber dibuat atau disintesis dengan teknik elektrospinning. Pada teknik ini bahan material penyusun nanofiber terlebih dahulu dibuat larutan atau cairan, cairan tersebut kemudian diberi tegangan tinggi hingga ribuan volt. Akibatnya, larutan akan memiliki muatan dan akan tertarik sedemikian rupa sehingga membentuk serat dan terkumpul pada sebuah pengumpul serat yang diputar hingga membentuk sebuah lembaran.

“Nanofiber merupakan benang-benang kecil berukuran puluhan nanometer. Jika dibandingkan dengan sehelai rambut manusia yang umumnya berdiameter sekitar 50 mikrometer, nanofiber memiliki diameter sekitar 50 nanometer atau setara dengan sehelai rambut dibelah menjadi 1.000 kali.”

Dalam orasi ilmiahnya, Abdul Rajak menyampaikan pada situasi pandemi Covid-19 saat ini, masker menjadi kebutuhan penting guna mencegah penyebaran Covid-19. Ada banyak jenis masker yang beredar di masyarakat, mulai dari masker bedah, hingga masker N95. Dari segi kualitas dan kinerja penyaringan kedua masker ini jelas berbeda terutama dalam hal menyaring partikel-partikel halus yang beterbangan di udara berukuran kurang dari 1 mikrometer. Masker N95 memiliki efisiensi yang lebih tinggi (di atas 95% sesuai namanya) dibanding masker bedah. Namun, dari segi kenyamanan tentunya masker bedah lebih nyaman dipakai dikarenakan sifat ukuran pori yang berbeda. Disamping itu umur pakai serta harga juga memiliki perbedaan antara keduanya.

Efesiensi Mendekati 100%

Di masyarakat luas masker bedah lebih dipilih karena harga yang terjangkau, namun demikian dikarenakan sifatnya yang sekali pakai, menimbulkan masalah baru yakni sampah masker. Akhirnya dibuatlah masker kain yang saat ini banyak digunakan masyarakat yang dapat dicuci berulang-ulang. Namun sebenarnya menurut anjuran WHO masker ini tidak disarankan karena sifatnya yang hidrofilik (menyerap air) bukan hidrofobik (menolak air).

“Untuk itu kami coba mengambangkan penelitian masker nanofiber yang dibuat dengan struktur berlapris untuk meningkatkan efisiensi namun tidak menghambat proses pernafasan, karena pada nanofiber struktur porinya tidak sama seperti pada membran biasa,”ujar Rajak.

Rajak menyebut masker nanofiber yang sedang dikembangkan di Pusat Riset dan Inovasi Teknologi Membran Nano ITERA memiliki efisiensi mendekati 100% atau lebih tinggi dari masker bedah dan N95, namun umur pakainya panjang dapat juga dibersihkan dan harga yang relatif terjangkau karena dapat disintesis dari bahan polimer alam maupun sintesis yang murah. Tidak hanya mampu menangkal partikel-partikel halus yang beterbangan di udara, masker nanofiber juga mampu menangkal mikroorganisme aerosol lainnya termasuk didalamnya bakteri dan virus. [Humas]