ITERA NEWS – Di tengah geliat industri film nasional, kehadiran film animasi Jumbo menjadi angin segar bagi penonton yang mendambakan tontonan lokal berkualitas. Film ini tidak hanya menyuguhkan visual menarik dan cerita yang seru, tetapi juga membuka harapan baru bagi perkembangan dunia animasi daerah, termasuk di Lampung.
Selama ini, industri film animasi di Lampung masih terbilang minim, baik dari sisi produksi maupun peminat. Padahal, banyak anak muda kreatif di Lampung yang memiliki potensi besar, namun belum mendapatkan ruang ataupun contoh nyata untuk berkembang.
Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Sumatera (Itera), PG Wisnu Wijaya, M.Sn., menilai perkembangan film animasi di Lampung belum menunjukkan lompatan yang signifikan. Menurutnya, dunia pendidikan di Lampung saat ini masih lebih banyak berfokus pada produksi animasi untuk keperluan iklan atau kampanye sosial, bukan pada pembuatan film animasi murni. Meski demikian, Wisnu melihat secercah harapan dengan mulai diarahkan sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Lampung ke bidang animasi. Namun, karya-karya yang dihasilkan umumnya masih sebatas tugas pembelajaran dan belum berkembang menjadi film animasi profesional.
“Di sekolah-sekolah kejuruan, saya melihat mereka sudah mencoba membuat film animasi pendek. Namun, setelah itu belum ada ruang untuk mempublikasikan karya-karya mereka,” ujar Wisnu.
Wisnu menegaskan, kunci kemajuan industri animasi di Lampung adalah membangun ekosistem yang mendukung, mulai dari berdirinya studio animasi, terbentuknya komunitas kreatif, hingga dukungan dari berbagai pihak.
Wisnu menilai, secara kemampuan teknis, talenta muda di Lampung mampu bersaing dengan animator dari daerah lain seperti Jawa. Sayangnya, hambatan utama yang dihadapi adalah keterbatasan fasilitas dan belum terbentuknya ekosistem industri animasi di Lampung. “Sebagai contoh, di Batam ekosistem animasinya berkembang pesat karena banyak berdiri studio animasi, komunitas yang aktif, serta dukungan kuat terhadap industri ini. Hal seperti itu sebenarnya bisa direplikasi di Lampung,” jelasnya.
Wisnu menegaskan, kunci kemajuan industri animasi di Lampung adalah membangun ekosistem yang mendukung, mulai dari berdirinya studio animasi, terbentuknya komunitas kreatif, hingga dukungan dari berbagai pihak. “Yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana caranya membangun ekosistem itu,” tuturnya.
Minat Mahasiswa
Meski dunia animasi terus berkembang di berbagai daerah, minat mahasiswa jurusan DKV Itera terhadap bidang animasi masih tergolong rendah. Wisnu mengungkapkan, pembuatan animasi membutuhkan keahlian khusus yang tidak semua orang berani tekuni. “Memang ada rasa tidak percaya diri dan ketakutan tersendiri saat memilih peminatan animasi,” ungkapnya.
Kondisi ini, menurut Wisnu, diperparah dengan belum terbentuknya ekosistem animasi di Lampung. Hal tersebut membuat banyak talenta muda ragu untuk benar-benar menekuni bidang ini. Padahal, secara geografis, Lampung memiliki keunggulan tersendiri. “Lampung itu sangat dekat dengan Jakarta. Jadi, potensi pergeseran pasar ke sini itu ada,” ujarnya optimistis.
Salah satu langkah krusial yang diusulkan Wisnu untuk mempercepat pertumbuhan dunia animasi di Lampung adalah membangun studio animasi. Studio tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat produksi, tetapi juga sebagai wadah belajar dan berjejaring.
Kalau ada studio, mahasiswa atau anak-anak SMK yang ingin magang sudah ada tempatnya. Ketika ada proyek film animasi, pengerjaannya tidak lagi personal, tetapi bisa dikerjakan secara tim. Dari situ, ekosistem akan mulai terbentuk
“Kalau ada studio, mahasiswa atau anak-anak SMK yang ingin magang sudah ada tempatnya. Ketika ada proyek film animasi, pengerjaannya tidak lagi personal, tetapi bisa dikerjakan secara tim. Dari situ, ekosistem akan mulai terbentuk,” jelas Wisnu.
Lebih jauh, Wisnu juga menyoroti potensi besar film animasi dalam memperkenalkan budaya lokal. Melalui film animasi, dapat lahir kekayaan intelektual seperti karakter-karakter lokal hingga musik khas daerah. “Biasanya dari karakter dan soundtrack bisa lahir kekayaan intelektual. Itu bisa dikembangkan menjadi merchandise yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi kreatif,” terangnya.
Apalagi, lanjut Wisnu, film animasi memiliki keunggulan mampu menjangkau audiens lintas usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa, yang dapat menikmati cerita melalui medium ini.
**Artikel ini telah tayang di Idntimes.com dengan judul “Potret Perkembangan Film Animasi di Lampung, Masih Banyak PR”.
Klik untuk baca: https://lampung.idntimes.com/news/lampung/silviana-4/potret-perkembangan-film-animasi-di-lampung-masih-banyak-pr.