ITERA NEWS – Institut Teknologi Sumatera (Itera) melalui Observatorium Astronomi Itera Lampung (OAIL) turut memperingati Pekan Langit Gelap Internasional (International Dark Sky Week) yang berlangsung pada 21–28 April 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye global yang diinisiasi oleh International Dark-Sky Association (IDA) guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga langit malam tetap gelap dan bebas dari polusi cahaya.
Sebagai bentuk partisipasi, OAIL menyelenggarakan berbagai kegiatan, mulai dari kampanye edukatif di media sosial, ajakan untuk memperingati Pekan Langit Gelap pada 21 April 2025, hingga edukasi tentang dampak polusi cahaya pada 25 April 2025. OAIL juga melakukan pengukuran kecerlangan langit malam di lingkungan Itera pada 28–30 April 2025 guna mengevaluasi tingkat polusi cahaya di kampus.
Dosen SAP Itera sekaligus peneliti OAIL, Achmad Zainur Rozzykin, S.Si., M.Si., menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk mengetahui kondisi langit malam, tetapi juga untuk mengamati pengaruh pencahayaan terhadap habitat hewan nokturnal.
“Hasil pengukuran menunjukkan bahwa area paling gelap berada di sekitar Embung F dengan tingkat polusi cahaya rendah. Di area ini, Bima Sakti dan objek langit lainnya masih bisa diamati dengan mata telanjang, dan aktivitas hewan malam seperti burung hantu, kelelawar, hingga serangga malam terpantau aktif,” ujar Rozzykin.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa area paling gelap berada di sekitar Embung F dengan tingkat polusi cahaya rendah. Di area ini, Bima Sakti dan objek langit lainnya masih bisa diamati dengan mata telanjang, dan aktivitas hewan malam seperti burung hantu, kelelawar, hingga serangga malam terpantau aktif
Langit di Embung F tercatat pada skala Bortle 6–7 dengan nilai magnitudo per detik busur persegi (mpsas) sekitar 19,10–20,40. Minimnya aktivitas manusia dan sumber cahaya buatan membuat langit di area ini ideal untuk pengamatan astronomi. Pengalaman tersebut membangkitkan kesadaran tim akan pentingnya menjaga keaslian langit malam dari gangguan cahaya buatan.
Sebaliknya, area padat pembangunan seperti GKU 1, Bundaran F, dan asrama menunjukkan tingkat polusi cahaya tinggi, dengan langit masuk kategori Bortle 8–9 (mpsas di bawah 18,00). Hanya bintang terang dan bulan yang dapat terlihat jelas. Area sekitar teleskop OZT-ALTS menunjukkan kondisi langit pada skala Bortle 7 (mpsas 18,00–19,10), yang masih cukup baik namun perlu segera dilindungi.
Polusi Cahaya
Dibandingkan dengan tahun 2019, pengukuran terbaru menunjukkan adanya penurunan kualitas langit malam di beberapa area kampus akibat peningkatan pembangunan dan pencahayaan buatan. Untuk itu, OAIL merekomendasikan langkah-langkah preventif dan responsif, seperti menggunakan tudung lampu dan mengarahkan pencahayaan ke bawah, mengurangi intensitas cahaya yang tidak diperlukan, memilih lampu hemat energi dan ramah lingkungan, dan menerapkan kebijakan efisiensi penerangan luar ruangan.
Salah satu upaya konkret yang telah dilakukan yaitu melalui Projek KuACI (Kurung Atur Cahaya Itera), yang mendesain dan mengimplementasikan tudung lampu di Desa Way Huwi, Jati Agung, yang berada di sisi utara Itera. Proyek ini diharapkan dapat diadaptasi lebih luas di area kampus.
Dengan kolaborasi lintas komunitas dan kepedulian bersama, langit malam yang gelap dapat terus dijaga demi keberlangsungan observasi astronomi, pelestarian alam, dan warisan keindahan langit untuk generasi mendatang. (Rilis OAIL/Humas)